TRANSFORMASI NILAI-NILAI AJARAN ISLAM DALAM BUMI CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY: KAJIAN INTERTEKS
oleh Rasmian
oleh Rasmian
1. Latar Belakang
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang beraada di sekelilingnya. Malalui karya sastra akan terekam kehidupan masyarakat tertentu. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel berasal dari kata novella bahasa Italia yang berarti ‘sebuah karangan baru yang kecil’( Nugiyantoro:2010: 9) Menurut Tim Penyusun Kamus ( 2008: 339) istilah novel sama artinya dengan istilah roman. Tim Penyusun Kamus (2008:1314) mendefinisikan roman sebagai karangan prosa yang melukiskan perbuatan-perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwanya.
Sastra mengandung nilai. Bertens (2007: 140) menjelaskan pengertian nilai melalui cara memperbandingkannya dengan fakta. Fakta menurutnya adalah sesuatu yang ada atau berlangsung begitu saja. Sementara nilai adalah sesuatu yang berlaku, sesuatu yang memikat atau menghimbau kita. Fakta dapat ditemui dalam konteks deskripsi semua unsurnya dapat dilukiskan satu demi satu dan uraian itu pada prinsipnya dapat diterima oleh semua orang. Nilai berperanan dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering akan dinilai secara berbeda oleh orang banyak. Nilai selalu berkaitan dengan penilaian seseorang, sementara fakta menyangkut ciri-ciri obyektif saja.
Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.
Nilai sastra selalu ada hubungannya dengan pandangan hidup pengarangnya. Hal ini senada dengan pandangan Nurgiyantoro ( 2010:24) bahwa unsure biografi pengarang turut menentukan nilai sastra. Unsur biografis tersebut meliputi sikap, keyakinan dan pandangan hidup pengarang. Jika saja pengarang memiliki pandangan hidup relegius tentu akan mempengaruhi karya-karyanya.
Dalam pandangan lain, suatu kary sastra lahir sebagai refleksi dari teks lain. Teeuw ( 1980) dalam Pradopo (2010:167) mengemukakan bahwa sastra tidak lahir dalam situasi kosong kebudayaan. Kristeve sebagaimana dalam Endaswara (2011:131) menyatakan hakekat teks yang di dalamnya terdapat teks lain. Unsur teks yang masuk dalam teks lain dapat saja hanya setitik saja.
Kristeva mengemukakan bahwa tiap teks itu, termasuk teks sastra, merupakan mozaik kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan serta transformasi teks-teks lain. Secara khusus, teks yang menyerap dan mentransformasikan hipogram dapat disebut sebagai teks transformasi. Untuk mendapatkan makna hakiki dari sebuah karya sastra yang mengandung teks transformasi semacam itu, digunakan metode intertekstual, yaitu membandingkan, menjajarkan, dan mengontraskan sebuah teks transformasi dengan hipogramnya (melalui Pradopo, 2010: 132).
Novel “Bumi Cinta“ karya Habiburrahman El Shirazy dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji. Munculnya novel yang berjudul “Bumi Cinta“ karya Habiburrahman El Shirazy juga turut memicu dalam perkembangan novel di Indonesia khususnya dalam pembangunan jiwa manusia. Novel ini dibuka dengan suasana bandara Sheremetyevo yang tengah berselimut salju. Muhammad Ayyas, pemuda Indonesia jebolan Universitas Islam Madinah yang tengah menyelesaikan master sejarah S2 di India sengaja datang ke Moskwa untuk melakukan riset penelitian untuk tesisnya. David, seorang kawan lamanya membantu Ayyas untuk mencarikan apartemen yang cocok untuknya. Apartemen tua tersebut berada di Smolenskaya, yang dibangun pada zaman pemerintahan Stalin, dan tepat berhadapan dengan The White House Residence. Sayangnya, meskipun memiliki kamar tidur sendiri dalam apartemen itu, Ayyas harus berbagi ruang tamu, dapur dan kamar mandi dengan dua wanita cantik, Linor dan Yelena. Yang tak tanggung-tanggung, Yelena adalah pelacur high class, atheis, yang menyamar sebagai guide bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Sedangkan Linor adalah jurnalis sekaligus seniman orkerstra yang piawai bermain biola, padahal sebenarnya agen Mosad.
Dari sinilah konflik demi konflik dimulai. Ayyas, seorang muslim berjuang dengan keteguhan iman melawan kondisi Moskwa yang menjunjung freesex dan kebebasan tak bertuhan. Belum lagi dengan kehadiran Doktor Anastasia Palazzo, asisten Profesor Abramov Tomskii, yang membimbing penelitian Ayyas di Moskovskyj Gosudarstevnnyj Universiteitimeni Lomonosova (GMU). Sosok cerdas nan anggun Anastasia menjadi cobaan tersendiri bagi Ayyas, yang sebenarnya Anastasia sendiri jatuh hati pada Ayyas.
Dalam novel ini menyajikan adu argumentasi dua tokohnya dengan memikat, Ayyas dan Anastasia. Begitu dewasa dan berkelas. Salah satunya saat Anastasia meminta Ayyas untuk menjelaskan manfaat mempelajari sejarah. Dan Ayyas pun menjawabnya dengan gambaran rinci bagaimana kehidupan dan perjuangan Anastasia sendiri sebelum menjadi doktor di GMU. Juga saat Ayyas yang membantah teori Nietzche yang mengatakan bahwa Tuhan telah mati, di sebuah seminar.
Diceritakan saat Ayyas sepulang dari Moskovsky Soborni Mechet atau Masjid Agung Moskwa, Ayyas menjumpai Linor tengah bergumul dengan Sergei Gadotov, seorang tangan kanan Boris Melnikov, Bos gang mafia Voykovskya Bratva, di ruang tamu apartemen. Ayyas merasa jijik dan langsung masuk ke dalam kamar, lalu memutar Murattal Al Qur’an dari laptop-nya keras-keras. Terang saja Sergei tersinggung dan marah besar. Perkelahian pun tak terelakkan.
Ayyas membuat Sergei tak berdaya. Saat Linor berusaha melerai, justru Sergei memukul dan mencekiknya. Beruntung Ayyas segera menolongnya. Kali ini Sergei benar-benar sekarat. Linor membawa Sergei keluar apartemen dengan mobilnya. Linor berencana menghabisi Sergei. Tapi Sergei mati dalam perjalanan. Naluri Mosad Linor pun bereaksi. Linor melenyapkan dan mengalihkan bukti-bukti agar pembunuhan bukan seolah-olah karena Ayyas dan Linor.
Di lain kesempatan, Ayyas menyelamatkan Yelena yang nyaris mati setelah anak buah Olga Nikolayenko, mucikarinya, menganiaya Yelena dan membiarkan tak berdaya di jalan bersalju.
Namun, Boris merasa tak begitu saja percaya dengan alibi Linor. Boris pun mencurigai Linor. Melihat nyawanya terancam bahaya, Linor meminta untuk Yelena untuk meletakkan ponsel Sergei di kamar mandi Olga Nikolayenko. Dengan demikian, Boris akan menyangka Olga lah pelakunya. Akibatnya, pastilah terjadi pertempuran dahsyat antara dua mafia, Voykovskaya Bratva yang di pimipin Boris, dan Tushinskaya Bratva yang dipimpin Vladimir Nikolayenko, suami Olga Nikolayenko. Yelena pun menyetujui rencana Linor agar Yelena benar-benar terlepas dari kekangan Olga dan kehidupan kelamnya.
Rencana busuk Linor dan Ben Solomon lainnya adalah membuat alibi seolah-olah Ayyas lah pelaku bom di Hotel Metropol dengan meletakkan bahan bom dalam ransel di kamar Ayyas. Intrik demi intrik berbau mafioso ini membuat saya seperti membaca The Godfather.
Yang paling penting sebenarnya adalah hikmah yang terkandung sebagaimana dalam prolog novel ini, yakni sebuah tadabbur Firman Allah QS. Al Anfal (8): 45-47, tentang resep mujarab yang telah Allah berikan guna menghadapi musuh-musuh iman; (1) berteguh-hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya; (2) taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan; (3) bersabarlah; dan (4) janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.
Berdasarkan alasan-alasan di atas penulis tertarik membuat penelitian dengan judul “Transformasi Nilai-Nilai Ajaran Islam dalam Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy: Kajian Interteks”.
2. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Dengan demikian, objek penelitian, referensi, dan rujukan-rujukan lain penulis peroleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat di perpustakaan. Sedangkan objek yang diteliti adalah novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy, diterbitkan Basmala di Jakarta tahun 2010.
Penelitian ini akan difokuskan dalam ruang lingkup sebagai berikut.
a) Sumber data dalam penelitian ini adalah teks novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy, diterbitkan Basmala di Jakarta tahun 2010.
b) Penelitian kemudian difokuskan pada teks-teks yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam Bumi Cinta dengan cara menghubungkan antara teks Bumi Cinta dengan teks Al-Quran dan Hadits Nabi atau yang disebut kajian intertekstual.
3. Fenomena dan Fokus
Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup penelitian, fokus penelitian ini adalah
a) Nilai-nilai ajaran Islam apa sajakah yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy?
b) Bagaimana hubungan intertektual antara novel Bumi Cinta Habiburrahman El-Shirazy sebagai teks transformasi dengan Al-Quran dan Hadits Nabi sebagai hipogramnya?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.
a) Ingin mendeskipsikan nilai-nilai ajaran Islam apa sajakah yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy.
b) Ingin mengetahui hubungan intertektual antara novel Bumi Cinta Habiburrahman El-Shirazy sebagai teks transformasi dengan Al-Quran dan Hadits Nabi sebagai hipogramnya
5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh setelah penenitian ini selesai adalah
a) Secara teoritis, hasil peneltian ini akan menambah khasanah penelitian bidang sastra khususnya bidang intertekstualitas.
b) Manfaat praktis, bagi pembaca diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam novel Bumi Cinta. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pembaca dalam menemukan hubungan intertekstual antara karya sastra dan hipogramnya; Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra; bagi guru, hasil penelitian ini dapat dipakai dalam pembelajaran sastra di kelas.
6. Kerangka Teori/Konsep Penelitian
a) Pendekatan Intertektualitas
Salah satu pendekatan kajian karya sastra adalah pendekatan intertekstual. Kajian ini dimaksudkan untuk meneliti karya sastra yang diduga memiliki bentuk-bentuk hubungan tertentu dengan teks lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (2010:50).
Istilah interteks pada umumnya dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain. Menurut Julia Kristeva dalam Endaswara (2011:131) munculnya interteks sebenarnya dipengaruhi oleh hakekat teks yang di dalamnya terdapat teks lain. Hal ini senada dengan pendapat Nurgiyantoro ( 2010:50) bahwa setiap teks sebagian bertumpu pada konvensi sastra dan bahasa dan dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya. Karya sastra yang ditulis lebih kemudian biasanya mendasarkan diri pada karya lain yang telah lahir sebelumnya. Riffaterra lewat Teeuw ( 1983) sebagaimana dikutip Nurgiyantoro (2010:51) berpendapat bahwa karya sastra selalu merupakan tantangan, tantangan yang terkandung dalam perkembangan sastra sebelumnya, yang secara konktet mungkin berupa sebuah atau sejumlah karya.
Teks tertentu yang menjadi latar penciptaan teks baru itu disebut hipogram (Riffatere, 1978:23 melalui Pradopo, 2010:179).Sementara itu, teks yang menyerap (mentransformasi) hipogram itu disebut teks transformasi. Hubungan antara teks yang terdahulu dengan teks yang kemudian itu disebut hubungan intertekstual.Hipogram mungkin saja berbentuk penerusan konvensi, penyimpangan, atau pemutarbalikan.
Teeuw ( 1983) sebagaimana dikutip Nurgiyantoro (2010:50) menjelaskan tujuan kajian interteks adalah untuk memberi makna secara lebih penuh terhadap karya sastra. Interteks lahir berdasarkan asumsi bahwa (1) konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagi isi, melainkan juga aspek perbedaan dan sejarahnya, (2) teks tidak hanya strukturnya saja, melainkan satu sama lain saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau transportasi antar teks, (3) kehadiran struktur teks dalam rentang waktu yang lain namun hadir juga pada teks tertentu merupakan proses waktu yang menentukan, (4) bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit dan implisit, (5) hubungan teks satu dengan yang lain boleh dalam waktu yang lama, (6) pengaruh mediasi dalam interteks sering mempengaruhi juga pada penghilangan gaya dalam norma-norma satra, (7) dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan interpretasi, (8) analisis interteks berbeda dengan kritik sastra (Frow (1990) dalam Endaswara (2011:131)).
Istilah novel berasal dari bahasa Latin, novella yang berarti sebuah karangan baru yang kecil ( Nurgiyantoro, 2010:9). Sementara itu menurut istilah novel didefinisikan sebagai sebuah karangan prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, tidak terlalu pendek ( Nurgiyantoro, 2010:10). Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan novel dengan istilah roman. Sedangkan Roman didefinisikan sebagai karangan prosa yang melukiskan perbuatan-perbuatan pelakunya menurut watak isi jiwa masing-masing( Tim, 2008:1314).
Dengan demikian kesimpulannya adalah istilah roman dan novel digunakan dalam pengertian yang sama, yaitu karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekitarnya, yang melukiskan perbuatan-perbuatan pelakunya menurut watak isi jiwa masing-masing.
c) Ciri-Ciri Novel
Hendy (1993: 225) menyebutkan ciri-ciri novel sebagai berikut.
a. Sajian cerita lebih panjang dari cerita pendek dan lebih pendek dari roman.Biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.
b. Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi pengarang.
c. Penyajian berita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang batang tubuh cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).
d. Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.
e. Karakter tokoh-tokoh utama dalam novel berbeda-beda. Demikian juga karakter tokoh lainnya. Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap sejak awal hingga akhir. Tokoh dinamis sebaliknya, ia bisa mempunyai beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap.
d) Unsur Pembangun Novel
Novel adalah bagian dari karya sastra. Karya satra erat hubungannya dengan psikologi. Sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian. Namun kejadian tersebut bukanlah “fakta sesungguhnya“, melainkan sebuah fakta mental pengarang. Karya sastra merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Bila kita melukiskan kebudayaan, kita tidak dapat melihatnya sebagi suatu yang statis (tidak bertahan), tetapi merupakan sesuatu yang dinamis (selalu berubah-ubah).
Kesustraan sebagai ekspresi menyatakan tiga unsur, yaitu (1) Kesustraan mencerminkan sistem keberatan, sistem sosial, sistem pendidikan dan kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan, (2) Kesustraan mencerminkan sisten ide dan sistem nilai, bahkan karya sastra itu sendiri mejadi objek penelitian yang dilakukan oleh anggota masyarakat, (3) Mutu peralatan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tercermin pula pada bentuk peralatan tulis-menulis yang digunakan dalam mengembangkan sastra (Semi, 1988:55). Sastra adalah suatu karya individual yamg didasarkan pada kebebasan mencipta dan dikembangkan lewat imajinasi. Dikatakan pula sastra adalah kegiatan kreatif sebuah karya seni.
Sebagai salah satu karya sastra, fiksi mengandung unsur-unsur meliputi: (1) pengarang dan narator, (2) isi penciptaan, (3) media pencapai isi berupa bahasa, (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana (Aminudin, 2010 :66). Adapun unsur-unsur yang membangun karya fiksi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) struktur luar (ekstrinsik) dan (2) struktur dalam (intrinsik). Hal ini senada yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2010:23) bahwa karya sastra mengandung unsure intrinsic dan unsure ekstrinsik selain unsur formal bahasa.
Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada diluar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya satra tersebut, misalnya faktor sosial, faktor ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik, faktor keagamaan dan tata nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan (perwatakan), tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa (Semi, 1988:35).
Sementara itu Nurgiantoro (2010:23-24) menyebutkan bahwa unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun karya sastra. Unsur ini meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsure-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atausistem karya sastra. Unsur ini meliputi keadaan subjektif pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang. Unsur ekstrinsik lain adalah psikologi pengarang, psikologi pembaca, keadaan lingkungan pengarang misalnya keadaan ekonomi, politik, sosial budaya.
e) Jenis Novel
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang novel. Nurgiyantoro (2010: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan novel popular.
a. Novel Populer
Sastra popular adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra popular menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan pembaca akan mengenali kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam Nurgiyantoro, 2010: 18).
Berbicara tentang sastra populer, Kayam dalam Nurgiyantoro (2010:18) menyebutkan bahwa sastra populer adalah perekam kehidupan dan tak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan . ia menyajikan kembali rekaan-rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya.
b. Novel Serius
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius. Novel serius harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba mungkin, hal itu yang disebut makna sastra yang sastra. Novel serius yang bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca, juga mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang dikemukakan.
Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar, novel sastra tidak bersifat mengabdi pada pembaca. Novel sastra cenderung menampilkan tema-tema yang lebih serius. Teks sastra sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan pembaca. Nurgiyantoro (2010: 18) mengungkapkan bahwa dalam membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, di samping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
f) Novel Relegius/ Islami
Sastra keagamaan menarik untuk dijadikan objek penelitian karena terdapat kaitan erat antara karya sastra dan agama. Bentuk sastra seperti itu merupakan hasil perpaduan antara budaya dan nilai-nilai ajaran agama yang telah dihayati oleh pengarangnya. Dalam karya sastra seperti itu, tergambarkan adanya reaksi aktif pengarang dalam menghayati makna kehadiran keagamaan yang dipeluknya secara teguh (Santosa dkk, 2004: 1). Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Jika dilacak jauh ke belakang, kehadiran unsur keagamaan dalam sastra setua keberadaan sastra itu sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Mangunwijaya bahwa pada awal mulanya, segala sastra adalah religius (Mangunwijaya, 1982: 11).
Sastra keagamaan adalah sastra yang mengandung nilai-nilai ajaran agama, moralitas, dan unsur estetika. Karya sastra seperti itu menunjukkan bahwa pengarang merasa terpanggil untuk menghadirkan nilai-nilai keagamaan kedalam karya sastra. Karya sastra yang menghadirkan pesan- pesan keagamaan yang isi ceritanya diambil dari kitab-kitab suci keagamaan jumlahnya sangat mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut (Anshari, 1983: 9).
7. Kerangka Pemikiran
Dalam novel Bumi Cintaterdapat dua segi yang akan penulis analisis, yaitu nilai nilai ajaran Islam dan hubungan intertekstual antara novel Bumi Cinta Habiburrahman El-Shirazy sebagai teks tranformasi dengan Al-Quran dan Hadits Nabi sebagai hipogramnya.
Hasil analisi akan menghasilkan nilai-nilai ajaran Islam yang meliputi nilai yang berkaikan dengan rukum iman dan rukun Islam. Analisis nilai tersebut akan dikaitkan dengan hubungan intertekstual antara novel Bumi Cinta Habiburrahman El-Shirazy sebagai teks tranformasi dengan Al-Quran dan Hadits Nabi sebagai hipogramnya.
Sebagai gambaran berikut ini diagram kerangka berfikir dalam penelitian ini.
Bumi Cinta
|
Simpulan
|
Al Quran dan Hadits Nabi
|
Nilai Ajaran Islam
|
Rukun Iman
|
Rukun Islam
|
Nilai Lain
|
Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir
8.1 Metode/Pendekatan Penelitian
Penalitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebab dalam penelitian ini data berupa kata, kalimat yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interteks. Pendekatan interteks menurut Endraswara (2011:133) semula berasal dari pengembangan resepsi sastra, terutama respsi teks. Pendekatan interteks berkembang bedasarkan asumsi bahwa teks tidak berdiri sendiri. Teks dibangun atas teks lain.
Dalam penelitian ini pendekatan interteks digunakan untuk menghubungkan teks Novel Bumi Cinta sebagai teks transformasi dengan teks Al-Quran dan Hadits Nabi sebagai hipogramnya.
8.2 Objek Penelitian
Sedangkan objek yang diteliti adalah novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy, diterbitkan Basmala di Jakarta tahun 2010.
8.3 Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy terbitan Basmala Jakarta tahun 2010.
8.4 Tahap Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut.
1. Pengumpulan data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan yang menunjukkan penggambaran nilai-nilai ajaran Islam dalam Novel Bumi Cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar