LEGENDA PANJI LARAS
LIRIS: ANALISIS STRUKTURAL DAN MAKNA LEVI-STRAUSS
A.
Pengantar
Levi-Strauss telah mengembangakan penelitain mitos.
Berdasarkan hasil penelitiannya iaberpendapat bahwa mitos mengandung
unsure-unsur tertentu. Unsur-unsur mitos sama dengan unsure bahasa dalam arti
unsure-unsur it tidak akan mengandung arti jika unsure itu tidak tidak
membentuk struktur ( Sudikan, 2001:31).
Sstruktur motos Levi-Strauss yang
telah dikembangkan oleh Maranda menyebutkan bahwa struktur mitos itu meliputi
formula terem dan fungsi.Struktur ini semula digunakan Levi-Strauss untuk
mengkaji pengaruh antara struktur bawah dan struktur atas masyarakat dengan
mitos (Sudikan, 2001:32).Terem merupakan symbol yang dilengkapi konteks
kemasyarakatan. Sedangkan fungsi adalah peranan yang dipegang oleh terem
Berdasarkan
hal tersebut makalah ini mencoba menerapkan struktur ala Levi-Strauss tersebut
pada legenda Panji Laras Liris—cerita dari Lamongan, Jawa Timur.
B.
Kisah Perjalanan Panji
Laras Liris
1.
Jaman dahulu, hiduplah
Panji Laras Panji Liris.(PLL) mereka adalah keturunan dari Mbah Lamong, anak
dari Raden Panji Dewo Kaloran. PLL adalah pemuda tampan, dengan perawakan
tinggi, kulitnya putih bersih, kumisnya tipis, pandai bekerja, dan dikenal ahli
kanuragan. Banyak yang berusaha mendekat dan mengambil hati PLL, tetapi ia
tidak mau sebab mereka masih ingin mencari ilmu dan ingin merantau ke beberapa
pesantren di luar kabupaten Lamongan.
2.
Waktu PLL merantau ke
arah selatan dengan berpakaian santri, baju taqwa, celana landing, dengan
memakai sandal kulit memakai sarung putih dengan keris yang terselip, namun
tidak seperti biasanya keris yang terselip belakang pinggang, keris orang
Lamongan itu diletakkan di depan. Hal ini sebagai pertanda bahwa orang Lamongan
adalah orang yang bertanggungjawab dan suka melindungi kaum wanita.
3.
Saat merantau ke arah
selatan itu, PLL dikawal oleh punggawanya yang bertugas untuk menunjukkan
jalan, mulai dari kali Lamong kemudian
berjalan ke arah selatan melewati Jombang, Nganjuk ke Tlatah Kertosono. Dalam
pengembaraannya itulah PLL sering bermain sabung ayam di setiap tempat yang
disinggahinya. Anehnya setiap itu pula ayam PPLselalu menang tidak pernah
terkalahkan seperti ayam Sawunggaling yang juga tak terkalahkan.
4.
Dahulu, di tempat
permainan sabung ayam itu oleh orang laki-laki selain digunakan menyabung ayam
juga dijadikan ajang untuk unjuk kekuatan. Siapa yang menang atau paling sakti
biasanya dijadikan figur atau pemimpin, dijadikan Lurah, Demang, juga dijadikan
Patih seperti ceritanya Patih Gajah Mada yang berasal dari Lamongan. Beradu
jago dan beradu kerbau zaman dulu itu sama saja.
5.
Kebiasaan tersebut
merupakan adat kebiasaan orang Hindu. Seperti yang terjadi di Bali, orang
laki-laki pekerjaannya hanya beradu jago ayam. Sedangkan yang perempuan pergi
ke sawah, bekerja. Di Lamongan Panji Laras Panji Liris mengadu jago di telatah
Jombang ke selatan menuju kali Berantas yang terdiri dari 23 penyeberangan,
sedangkan kali Solo ada 40 penyeberangan.
6.
Panji Laras Panji Liris
mengadu jago mulai tempat yang kecil
sampai tempat yang luas. Masyarakat yang mengadu jago dengan Panji Laras Liris
kebanyakan dipakai untuk berjudi. Siapa yang menang ia mengambil uang permainan
itu. Pada suatu ketika Panji Laras Liris mengadu jago dengan masyarakat di
Kertososno. Panji Laras Liris mengatakan kepada lawanya, “ barang siapa yang
menang maka ialah yang harus dituruti semua kemauannya. Adu jago pun dimulai
dan Panji Laras Liris memenangkan pertandingan. Pada saat itu Panji Laras liris
meminta kepada lawanya untuk mengucapkan syahadat/ masuk Islam.
7.
Akhirnya berita tentang
kehebatan ayam aduan Panji Laras Panji Liris terdengar oleh Tumenggung
Kertosono yaitu Dewa Kaloran. Adipati Kertosono, Kediri adalah saudara Ki Ageng
Panuluh dari Singosari yang menjadi saudara seperguruan. Pada saat itu Kediri
ingin memperluas wilayahnya ke utara sampai ke pesisir utara untuk kepentingan
ekonomi.
8.
“Katanya, kok, ada dua
pemuda yang selalu menang, itu pemuda dari mana,” tanya Ki Ageng Panuluh kepada
patihnya.
9.
“Oh, mereka dari
Lamongan tuanku. Mereka adalah Panji Laras Panji Liris cucunya Adipati
Surajaya, ke sini sabung ayam untuk mencari teman dan ingin mengetahui dunia
luar.”
10.
“Ya, sudah, suruh ke
sini saja,” kata Adipati Kertosono, Ki Ageng Panuluh.
11.
Setelah itu, Adipati
Kertosono Ki Ageng Panuluh diundang ke pendopo kadipaten Kertosono-Kediri.
Setelah sampai di sana mereka dijamu dengan penuh kehormatan karena dari
Kadipaten Lamongan. Tidak hanya itu saja, mereka ditawari untuk mengadu ayam di
kedaton Kertosono. Adu jago pun dimulai, di mulai dengan ayamnya demang,
jagonya patih sampai jagonya adipati Ki Ageng Panuluh. Kesemuanya kalah
digebrak jagonya Panji Laras Panji Liris. Dan akhirnya mereka mendapat hadiah
atas kemenangan ayamnya.
12.
Pada waktu itulah, anak
Ki Ageng Panuluh yang bernama Andansari dan Andanwangi (AA) yang sangat cantik,
kulitnya kuning langsat, mengetahui ada dua pemuda tampan yang memenangkan adu
jago di kaputren Magersari. Mengetahui ketampanan dan asal-usul PLL, kedua
putri dari Kertosono tersebut jatuh cinta. Tidak hanya AA saja yang jatuh
cinta, PPLpun juga jatuh hati.
13.
Setelah sampai di
Lamongan, PPLmenghadap ayahnya, Raden Panji Dewo Kaloran untuk menyampaikan
maksudnya meminang Andansari dan Andanwangi. Mengetahui keinginan anaknya,
Raden Panji Dewo Kaloran akhirnya menyetujui. Ia berfikir bahwa perkawianan ini
dapat dipakai sebagai alat dakwa penyebaran Islam. Pada saat itu daerah
Lamongan merupakan masyarakat Islam sedang di Kediri Islam belum berkembang.
Menyikapi kondisi tersebut menyetujuai
keinginan putranya dengan syarat kedua putri dari Kertosono tersebut
harus membawa genuk dan kipas dari batu dengan cara digendong dan harus
berjalan kaki dari Kertosono ke Lamongan. Genuk dan kipas dari batu itu, boleh
dipikul, disunggi, namun tidak boleh dinaikkan perahu atau kuda saat
menyebrang kali Lamongan.
14.
Persyaratan yang
diajukan oleh keluarga PPLakhirnya disetujui oleh pihak keluarga Andansari dan
Andanwangi dari Kertosono. Mereka tidak menganggap syarat-syarat yang diajukan
pihak Lamongan itu sulit. Justru, bagi mereka sangat mudah karena mereka
memiliki kesaktian untuk melakukan hal itu.
15.
Sesuai kesepakatan yang
telah dibuat, suatu hari Andansari dan Andanwangi meninggalkan Kertosono untuk
menuju Lamongan. Keduanya memanggul genuk dan kipas dari batu menuju ke arah
utara. Ternyata tidak hanya Andansari dan Andanwangi saja yang menuju Lamongan,
di belakangnya juga terlihat ayahandanya, patih dan para pengawal dari
Kadipaten Kertosono.
16.
Sungguh aneh Andansari
dan Andanwangi sedikitpun tak merasakan lelah membawa beban berat yang mereka
bawa. Bahkan, keduanya dapat berlari dengan cepat seperti tidak membawa beban
sama sekali. Ternyata keduanya memiliki dan mewarisi ilmu kanuragan tingkat
dari ayahnya, Ki Ageng Panuluh.
17.
Sesampainya di kali
Lamong, tepatnya di sekitar desa Babatan, tanpa sepengetahuan rombongan dari
Kertosono, ternyata PLLbeserta sejumlah pengawalnya telah lama menunggu. Mereka
bersembunyi di seberang kali yang sedang di lewati AA dan rombongannya. Pada
saat itulah, PLLmenyaksikan suatu kejadian yang aneh. Yaitu mereka melihat kaki
Andansari dan Andanwangi tidak menginjak air saat menyeberang, melayang seperti
terbang. Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa saat Andansari dan Andanwangi
menyebrang, PLLmelihat kaki calon istri mereka berbulu lebat seperti kakinya
kuda.
18.
Melihat kejadian
tersebut, hati PLLgundah dan bersedih. keduanya hampir tak percaya bahwa calon
istrinya yang begitu cantik ternyata memiliki kaki yang menakutkan, berbulu
seperti kaki kuda.
19.
“Bagaimana ini, aku
mempunyai calon istri yang wajahnya cantik tapi kakiknya kok seperti itu, ini
kan menakutkan orang.”
20.
“Adikku Panji Liris,
bagaimana ini? Apakah tidak sebaiknya perjodohan ini digagalkan saja. Sebelum
ketahuan oleh mereka kalau kita menyambut di sini. Maksudku tadi, menyambutnya
karena aku ingin mengetahui lebih jelas kecantikan calon istriku. Dan hampir
saja tadi aku menyambutnya tapi keburu mengetahui kalau kaki calon istri kita
itu begitu menakutkan. Kalau begini, ayo pulang saja ke Lamongan.”
21.
Akhirnya, PLLkembali
pulang ke Lamongan melewati jalan Mantup, lewat Kalikapas Joto Sanur terus
masuk ke kota. Mereka menuju pendopo Kabupaten Lamongan (sekarang bekas gedung
bioskop Garuda sebelum pindah ke Tumenggungan). Jadi, kadipaten itu dulu
terletak di desa Bandung belakang kecamatan yang sekarang jadi gedung bioskop.
22.
Sesampainya di pedopo
kadipaten mereka menghadap ayahnya dan menceritakan kejadian yang mereka lihat.
“Bagaimana ayahanda, ananda ini mau mempunyai istri tapi calon istriku yang
melamar ke sini kok kakinya seperti itu.” Jelas Panji Laras dan Panji Liris.
23.
“Ya Allah, kok begini ya, coba aku usahakan
apakah perjodohan ini bisa digagalkan atau tidak? Setelah mengucapkan demikian,
ketiganya bergegas menuju luar pendopo untuk menyambut rombongan Andansari dan
Andanwangi. Mereka melihat Andansari dan Andanwangi memanggul genuk dan
menenteng tepas yang terbuat dari batu dengan begitu enteng. Hal ini menandakan
keduanya benar-benar sakti.
24.
Mendekati Kadipaten Lamongan
sebelah barat kecamatan yang terletak di daerah Balong Banteng itu, Andansari
dan Andanwangi berserta ayahnya Ki Ageng Panuluh dengan sejumlah pasukannya
dicegat di daerah Demangan. Di sana mereka diminta untuk menaruh genuk dan
tepas batunya di sekitar telogo bandung. Namun, setiap kali Andansari dan
Andanwangi menaruhnya di tempat itu tetap tidak bisa. Akhirnya mereka hanya
bisa menangis.
25.
“Bagaimana ini, kamu
bisa membawanya ke sana kemari tapi hanya menaruhnya di sini saja tidak bisa?”
kata Ki Ageng Panuluh.
26.
“Wah, ini pasti ada
yang tidak beres. Ini pasti diberi pagar gaib oleh orang-orang Lamongan.”
27.
Oleh orang-orang
Kertosono ditandingi, namun Lamongan tetap ilmu orang Lamongan lebih sakti, dan
lebih tinggi. Setelah itu, Andansari dan Andanwangi hanya bisa menangis dan
terus menangis karena ia tidak dapat meletakkan genuk dan tepas batunya di
sana. Karena lamanya menangis keduanya pun pingsan dan kemudian menghembuskan
nafas terakhirnya di depan kecamatan. Di tempat itulah sekarang nama Andanwangi
diabadikan menjadi nama sebuah jalan.
28.
Pihak Kertosono tidak
bisa menerima kematian Andanwangi, dan terjadilah pertempuran yang dasyhat di
daerah Bandung menuju ke timur sampai ke Sidoarjo Tlogo Anyar bahklan sampai ke
Tambak Jurit. Saudara Andanwangi yang bernama Andansari akhirnya meninggal
dalam peperangan tersebut. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia mati bunuh
diri, mayatnya kemudian diletakkan di Kali Bumbung yang kemudian dikenal dengan
nama Rondo Kuning. Banyaknya prajurit yang meninggal dunia, belum lagi sang
Tumenggung Ki Ageng Panuluh yang juga meninggal membuat pasukan Kertosono yang
masih hidup, akhirnya menyerah di Tumapel. Dari pihak Kertosono pada waktu itu
dibantu oleh Ki Ageng Ongso yang menyerang dari dari arah timur yang akhirnya
juga dapat dikalahkan dan menyerah. Jadi, itulah asal-usulnya prajurit Tumapel
Singosari alias saudara seperguruan yang ikut mengirim pertunangan namun
berubah menjadi perang.
29.
Pada tahun 1885 genuk
dan tepas batu itu ditemukan di sekitar telaga Bandung yang kemudian pada tahun
1922 dibawa ke masjid Jami’ Lamongan dan diletakkan di depannya hingga
sekarang.
30.
Jadi, condro
sengkolo berdirinya Lamongan. Bagaimana ceritanya, tadi kok membawa barang
bawaan genuk dan tepas batu itu sebagai mas kawin. Semua itu, hanya ingin
menunjukkan bahwa perkawinan yang berbeda agama itu tidak baik bagi Islam.
Meskipun semuanya siap dan sepakat serta sama-sama cinta tetap tidak dapat
diteruskan sehingga terjadilah adu kesaktian sampai peperangan. Andansari dan
Andanwangi memilih lebih baik mati daripada tidak mendapatkan seorang suami
karena malu, maka dia yang satu bunuh diri dan yang satu terbunuh di dalam
peperangan. Terjadilah waktu itu pertempuran antar daerah yaitu dalam peralihan
penguasa Hindu Budha diganti oleh penguasa Islam.
C. Analisis Struktur dan
Penafsiran
Episode I (
Paragraf 1-6). Pada episode ini dilukiskan
tentang tokoh Panji Laras Panji Liris.(PLL) yang merupakan anak dari
Raden Panji Dewo Kaloran. PLL.PLL adalah pemuda tampan, dengan perawakan
tinggi, kulitnya putih bersih, kumisnya tipis, pandai bekerja, dan dikenal ahli
kanuragan.Banyak yang berusaha mendekat dan mengambil hati PLL.Ia merantau ke daerah selatan. Ia berpakaian
santri. Ia merantau menyebarkan agama Islam dengan jalan mengdu jago.
Hal tersebut
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mesyarakat Jombang sampai Kertosono
(MJK). MJK mengadu jago untuk berjudi.Sedangkan PLL mengadu jago untuk
berdakwa.
Berdasarkan hal
tersebut diperoleh skema sebagai berikut.
PLL : mengadu jago untuk
berdakwa—selalu menang
MJK: mengadu jago untuk
berjudi—kalah dan mengikuti kemauan PLL.
Berdasarkan sudut pandang keagamaan, PPL
merupakan tokoh yang selalu berbuat untuk kepentingan ketuhanan. Ia melakukan
tidakan (sabung ayam) yang oleh kebanyakan masyarakat Islam sebagai perbuatan tabu, tetapi justru
dalam ketabuan itu ia mampu memahami berbuat baik untuk kepentingan agamanya.
Ia juga dapat dikatakan sebagai tokoh
yang yang supel justru dengan ketabuan itu. Buktinya ia dapat masuk ke hati
masyarakat dengan menggunakan alat yang dianggap tabu itu.
Episode II ( Paragraf 7-10) berkisah
tentang kemashuran PLL sampai juga di telinga Tumenggung Kertosono yaitu Dewa
Kaloran. Adipati Kertosono adalah saudara Ki Ageng Panuluh dari Singosari yang
menjadi saudara seperguruan. PLL dipanggil ke ke pendopo kadipaten
Kertosono-Kediri..Ia dijamu makan-makan sebagai tamu kehormatan dan diajak
sabung ayam dengan keluarga kerajaan. Semua ayam milik keluarga kerajaan
termasuk milik adipati Ki Ageng Panuluh (KAP).Kesemuanya kalah.PLL mendapat
hadiah dari adipati Ki Ageng Panuluh.
Bahwa tokoh PLL merupakan tokoh yang
dapat memanfaatkan kesempatan.Tokoh ini memanfaatkan kesematan dapat bertemu
dengan adipati Kertosono, Kediri dengan baik.Ia dapat membuktikan dirinya
sebagai kesatria melalui sabung ayam. Sedangkan tokoh KAP juga merupakan tokoh
yang melambangkan pejabat Negara yang
konsisten. Ia merupakan kestria. Hal ini terlihat dari tindakannya yang
menepati janji terhadap tokoh PLL.Dari cerita ini dapat ditafsirkan bahwa
seorang yang kestria adalah orang yang mampu mengunakan kesempatan, dan yang
selalu konsisten dalam menepati janjinya.
Dalam episode ini juga diperoleh skema
seperti episode I. skema tersebut adalah
PLL : sabung ayam untuk berdakwa—selalu menang
KAP: sabung ayam untuk menunjukkan kekuasaan—kalah
Berdasarkan skema
tersebut dapat ditafsirkan bahwa perbuatan yang diniati untuk kebaikan akan
mendapat kemenangan.
Episode III (Paragraf 12-15) diceritakan bahwa Andansari dan Andanwangi (AA)
yang mengetahui PLL sebagai pemuda yang kesatria karena memenangkan sabung ayam
dengan ayahnya akhirnya jatuh cinta kepada PLL. AA yang menganut agama berbeda
dengan PLL tidak merasa canggung mengutarakan maksud hatinya disambut dengan
senang juga oleh PLL.
PLL yang beragama Islam dan keluarga mengetahui bahwa
perkawinan berbeda agama kuranglah baik.Untuk itu ayah PLL mengajukan syarat
yang sangat simbolik yaitu AA meninggalkan Kertosono untuk menuju Lamongan,
keduanya memanggul genuk dan kipas dari batu menuju ke arah utara.Hal ini agar
memberatkan keluarga AA.Namun demikian keluarga AA dengan berat hati memuruti
syarat keluarga PLL karena AA sudah sangat jatuh cinta kepada PLL.
Dilihat dari sudut pandang keluarga PLL kisah ini dapat
ditafsirkan bahwa meski kita memiliki keinginan untuk menolak keinginan orang
lain kita harus menolaknya dengan santun. Hal ini terlihat dari persyaratan
yang diajukan oleh keluarga PLL kepada keluarga AA. Dalam cerita tersebut
keluarga PLL memberikan syatar agar AA
pergi ke rumah PLL dengan membawa genuk dan kipas dari batu. Dua persyaratan
yang sangat tidak mungkin.Persyaratan pertama adalah seorang perempuan harus melamar kepada seorang lelaki. Padahal
seorang perempuan ditakdirkan sebagai makhluk yang pemalu. Hal ini secara wajar
akan sulit dilakukan oleh seorang perempuan. Sedang syarat yang kedua ia harus
membawa genuk dan kipas yang terbuat dari batu. Dua syarat tersebut sebagai
symbol bahwa keluarga PLL sebenarnya menolak secara halus permintaaan AA dan
PLL.
Tetapi di pihak lain syarat tersebut juga dapat dimaknai
sebagai ajakan keluarga PLL kepada keluarga AA untuk masuk Islam. Hal ini terlihat
dari simbol genuk yang dalaam
terminologi Islam Jawa,genuk merupakan
tempat wudhu ataau bersuci yang biasanya diletakkan di depan rumah.
Sedangkan dilihat dari sudut pandang keluarga AA,
episode ini dapat dimaknai bahwa seberat apapun yang diminta anak, orang tua
haruslah menuruti keinginan itu demi kebaikan anak tersebut.Hal ini terlihat
dari kisah orang tua AA yang mengikuti kemauan AA untuk melamar PLL.Tidak hanya
menuruti bahkan ayah AA juga mendukung perjalanan AA ke Lamongan.
Episode ini juga dapat ditafsirkan bahwa untuk mencapai
tujuan tertentu seorang wajib berusaha sekuat tenaga.Tafsir ini dapat ditarik
dari kisah AA yang berusaha mendapatkan PLL dengan jalan memenuhi syarat yang
diberikan oleh keluarga PLL.
Episode IV (Paragraf 16-28) dikisahkan bahawa AA dapat membawa genuk dan kipas
dari batu ke Lamongan. Sesampainya di kali Lamong, tepatnya di sekitar desa
Babatan, tanpa sepengetahuan rombongan dari Kertosono, ternyata PLL beserta
sejumlah pengawalnya telah lama menunggu. PLL melihat kaki calon istri mereka
berbulu lebat seperti kakinya kuda.. Akhirnya, PLL kembali pulang ke
Lamongan..Sesampainya di pedopo kadipaten mereka menghadap ayahnya dan
menceritakan kejadian yang mereka lihat.Ayahnya mencoba mengusahakan agar
perjodohan ini bisa digagalkan.
Di sana AA diminta untuk menaruh genuk dan tepas batunya
di sekitar telogo bandung. Namun, setiap kali AA menaruhnya di tempat itu tetap
tidak bisa.Akhirnya mereka hanya bisa menangis. AA hanya bisa menangis dan
terus menangis sampai ia pingsan dan akhirnya Andanwangi meninggal. Keluarga AA
dan pasukannya tersinggung dengan kejadian itu..Terjadilah pertempuran antara
pasukan Kediri yang masih beragama Hindu Budha dan Lamongan yang beragama Islam.Dalam
pertempuran itu Andansari memilih bunuh diri.Banyak prajurit Lamongan yang
meninggal.Dari pihak Kediri Tumenggung Ki Ageng Panuluh (ayah AA) juga
meninggal membuat pasukan Kediri yang masih hidup menyerah di Tumapel.
Dilihat dari sudut pandang PLL terdapat perubahan sikap
PLL yang semula sebagai pemuda kesatria menjadi pemuda yang tidak kesatrai.Ia
berubah pikiran setelah melihat AA memiliki kelemahan pada tubuhnya dan ia
membetalkan perjodohan dengan jalan membentengi Lamongan dengan pagar gaib
sehingga AA tidak dapat memenuhi syarat yang sudah disepakati.
Sedangkan dari sudut AA, A rela mati dari pada hidup
menanggung malu.
Sedangkan dari sudut pandang yang lain dapat ditafsirkan
bahawa perkawinan PLL yang beragama Islam dengan AA yang beragama Hindu/Budha
bukanlah perkawinan yang baik, akhirnya perkawinan itu gagal.
Dapat pula ditafsirkan bahwa karena tujuan awal PLL
mengembara ke selatan hanya untuk berdakwa maka ia juga dapat memenangkan
pertempuran. Sedangkan dari pihak Kediri yang berniat melakukan perluasan
ekonomi melalui perkawinan atau melakukan perbuatan bukan karena Tuhan maka
mereka kalah.Niat tersebut terlihat pada parafraf tujuh bahwa Kediri ingin
memperluas wilayahnya ke utara sampai ke pesisir utara untuk kepentingan
ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut episode ini dapat dibuat skema
sebagai berikut.
PLL: berkelana dengan tujuan berdakwa—selalu menang dalam
pertempuran
AA : tidak berdakwa – kalah dalam pertempuran.
D. Konflik Batin Sosial
Konflik
batin PLL terjadi ketika ia melihat calon istrinya AA yang memiliki kaki
berambut tebal seperti kaki kuda. Maka ia kemudia ragu apakah akan melanjutkan
perjodohan atau tidak. PLL merasa malu jika memiliki istri yang demikian,
maka ia kemudin memutuskan menyelesaiakn
persoalan tersebut dengan jalan berkonsultasi denga orang tuanya.Hal tersebut
menunjukkan kebimbangan yang dialami oleh tokoh PLL yang mewakili orang
laki-laki Lamongan.
Konflik
sosial terjadi ketika orang Lamongan dan Kertosono, Kediribertempur dengan
tujuan masing-masing.Orang Kediri berusaha bertempur karena merasa terhina
perjodohan keluarganya dibatalkan.Sedangkan orang Lamongan bertempur karena
mempertahankan diri dan berjuang demi agamanya—Islam.
E. Nilai Utama
Cerita di atas
dapat pula dimaknai bahwa orang lamongan merupakan pribadi yang suka
mengembara.Dalam pengembaraan nya orang lamongan selalu bertujuan mulia yaitu
berjuang menyiarkan agama Islam.
Perjuangan bagi
orang Lamongan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara berjuangan
adalah dengan masuk ke komunitas tertentu yang menjadi sasaran perjuangan.
Dengan cara masukkepada komunitas tertentu dan mengikuti adat istiadat
komunitas tertentu diharapkan kita dapat diterima dan bahkan dapat memenangkan
perjuangan itu. Hal ini terlihat dari cara PLL yang melakukan sabung ayam ke
selatan. Kebiasaan orang-orang di komunitas Hindu/budha di daerah selatan bagi
PLL tidak langsung ditentang begitu saja, tetapi harus dilawan dengan cara
mengalahkan kebiasaan tersebut. Dengan cara yang demikian PLL dapat mengambil
simpati penduduk kadipeten Kediri.
Dalam cerita ini
juga terungkap bahwa perkawinan yang berbeda agama ternyata tidak baik,
sebaiknya hal tersebut dihindari.
Hal lain yang
dapat diungkapkan sebagai keutamaan nilai dalam
cerita tersebut adalah bahwa jika kita menolak sesuatu hendaknya kita
melakukannya dengan bahasa yang halus, jangan samapi hal tersebut dapat
menyinggung perasaan orang tersebut.
Dilihat dari
sudut pandang AA dan kelurganya terungkap makna lebih baik mati dari pada
menanggung malu.Hal tersebut merupakan sikap yang patut dihargai.
Berdasarkan
cerita tersebut adat orang Lamongan lelaki dilamar oleh perempuan sampai
sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar