Foto Kegiatan

Sabtu, 09 Maret 2013

LEGENDA PANJI LARAS LIRIS: ANALISIS STRUKTURAL DAN MAKNA LEVI-STRAUSS


 LEGENDA PANJI LARAS LIRIS: ANALISIS STRUKTURAL DAN MAKNA LEVI-STRAUSS

A.    Pengantar
Levi-Strauss telah mengembangakan penelitain mitos. Berdasarkan hasil penelitiannya iaberpendapat bahwa mitos mengandung unsure-unsur tertentu. Unsur-unsur mitos sama dengan unsure bahasa dalam arti unsure-unsur it tidak akan mengandung arti jika unsure itu tidak tidak membentuk struktur ( Sudikan, 2001:31).
Sstruktur motos Levi-Strauss yang telah dikembangkan oleh Maranda menyebutkan bahwa struktur mitos itu meliputi formula terem dan fungsi.Struktur ini semula digunakan Levi-Strauss untuk mengkaji pengaruh antara struktur bawah dan struktur atas masyarakat dengan mitos (Sudikan, 2001:32).Terem merupakan symbol yang dilengkapi konteks kemasyarakatan. Sedangkan fungsi adalah peranan yang dipegang oleh terem
Berdasarkan hal tersebut makalah ini mencoba menerapkan struktur ala Levi-Strauss tersebut pada legenda Panji Laras Liris—cerita dari Lamongan, Jawa Timur.

B.     Kisah Perjalanan Panji Laras Liris
1.              Jaman dahulu, hiduplah Panji Laras Panji Liris.(PLL) mereka adalah keturunan dari Mbah Lamong, anak dari Raden Panji Dewo Kaloran. PLL adalah pemuda tampan, dengan perawakan tinggi, kulitnya putih bersih, kumisnya tipis, pandai bekerja, dan dikenal ahli kanuragan. Banyak yang berusaha mendekat dan mengambil hati PLL, tetapi ia tidak mau sebab mereka masih ingin mencari ilmu dan ingin merantau ke beberapa pesantren di luar kabupaten Lamongan.
2.              Waktu PLL merantau ke arah selatan dengan berpakaian santri, baju taqwa, celana landing, dengan memakai sandal kulit memakai sarung putih dengan keris yang terselip, namun tidak seperti biasanya keris yang terselip belakang pinggang, keris orang Lamongan itu diletakkan di depan. Hal ini sebagai pertanda bahwa orang Lamongan adalah orang yang bertanggungjawab dan suka melindungi kaum wanita.
3.              Saat merantau ke arah selatan itu, PLL dikawal oleh punggawanya yang bertugas untuk menunjukkan jalan, mulai dari kali Lamong  kemudian berjalan ke arah selatan melewati Jombang, Nganjuk ke Tlatah Kertosono. Dalam pengembaraannya itulah PLL sering bermain sabung ayam di setiap tempat yang disinggahinya. Anehnya setiap itu pula ayam PPLselalu menang tidak pernah terkalahkan seperti ayam Sawunggaling yang juga tak terkalahkan.
4.              Dahulu, di tempat permainan sabung ayam itu oleh orang laki-laki selain digunakan menyabung ayam juga dijadikan ajang untuk unjuk kekuatan. Siapa yang menang atau paling sakti biasanya dijadikan figur atau pemimpin, dijadikan Lurah, Demang, juga dijadikan Patih seperti ceritanya Patih Gajah Mada yang berasal dari Lamongan. Beradu jago dan beradu kerbau zaman dulu itu sama saja.
5.              Kebiasaan tersebut merupakan adat kebiasaan orang Hindu. Seperti yang terjadi di Bali, orang laki-laki pekerjaannya hanya beradu jago ayam. Sedangkan yang perempuan pergi ke sawah, bekerja. Di Lamongan Panji Laras Panji Liris mengadu jago di telatah Jombang ke selatan menuju kali Berantas yang terdiri dari 23 penyeberangan, sedangkan kali Solo ada 40 penyeberangan.
6.              Panji Laras Panji Liris mengadu jago  mulai tempat yang kecil sampai tempat yang luas. Masyarakat yang mengadu jago dengan Panji Laras Liris kebanyakan dipakai untuk berjudi. Siapa yang menang ia mengambil uang permainan itu. Pada suatu ketika Panji Laras Liris mengadu jago dengan masyarakat di Kertososno. Panji Laras Liris mengatakan kepada lawanya, “ barang siapa yang menang maka ialah yang harus dituruti semua kemauannya. Adu jago pun dimulai dan Panji Laras Liris memenangkan pertandingan. Pada saat itu Panji Laras liris meminta kepada lawanya untuk mengucapkan syahadat/ masuk Islam.
7.              Akhirnya berita tentang kehebatan ayam aduan Panji Laras Panji Liris terdengar oleh Tumenggung Kertosono yaitu Dewa Kaloran. Adipati Kertosono, Kediri adalah saudara Ki Ageng Panuluh dari Singosari yang menjadi saudara seperguruan. Pada saat itu Kediri ingin memperluas wilayahnya ke utara sampai ke pesisir utara untuk kepentingan ekonomi.
8.              “Katanya, kok, ada dua pemuda yang selalu menang, itu pemuda dari mana,” tanya Ki Ageng Panuluh kepada patihnya.
9.              “Oh, mereka dari Lamongan tuanku. Mereka adalah Panji Laras Panji Liris cucunya Adipati Surajaya, ke sini sabung ayam untuk mencari teman dan ingin mengetahui dunia luar.”
10.          “Ya, sudah, suruh ke sini saja,” kata Adipati Kertosono, Ki Ageng Panuluh.
11.          Setelah itu, Adipati Kertosono Ki Ageng Panuluh diundang ke pendopo kadipaten Kertosono-Kediri. Setelah sampai di sana mereka dijamu dengan penuh kehormatan karena dari Kadipaten Lamongan. Tidak hanya itu saja, mereka ditawari untuk mengadu ayam di kedaton Kertosono. Adu jago pun dimulai, di mulai dengan ayamnya demang, jagonya patih sampai jagonya adipati Ki Ageng Panuluh. Kesemuanya kalah digebrak jagonya Panji Laras Panji Liris. Dan akhirnya mereka mendapat hadiah atas kemenangan ayamnya.
 12.          Pada waktu itulah, anak Ki Ageng Panuluh yang bernama Andansari dan Andanwangi (AA) yang sangat cantik, kulitnya kuning langsat, mengetahui ada dua pemuda tampan yang memenangkan adu jago di kaputren Magersari. Mengetahui ketampanan dan asal-usul PLL, kedua putri dari Kertosono tersebut jatuh cinta. Tidak hanya AA saja yang jatuh cinta, PPLpun juga jatuh hati.
13.          Setelah sampai di Lamongan, PPLmenghadap ayahnya, Raden Panji Dewo Kaloran untuk menyampaikan maksudnya meminang Andansari dan Andanwangi. Mengetahui keinginan anaknya, Raden Panji Dewo Kaloran akhirnya menyetujui. Ia berfikir bahwa perkawianan ini dapat dipakai sebagai alat dakwa penyebaran Islam. Pada saat itu daerah Lamongan merupakan masyarakat Islam sedang di Kediri Islam belum berkembang. Menyikapi kondisi tersebut menyetujuai  keinginan putranya dengan syarat kedua putri dari Kertosono tersebut harus membawa genuk dan kipas dari batu dengan cara digendong dan harus berjalan kaki dari Kertosono ke Lamongan. Genuk dan kipas dari batu itu, boleh dipikul, disunggi, namun tidak boleh dinaikkan perahu atau kuda saat menyebrang kali Lamongan.
14.          Persyaratan yang diajukan oleh keluarga PPLakhirnya disetujui oleh pihak keluarga Andansari dan Andanwangi dari Kertosono. Mereka tidak menganggap syarat-syarat yang diajukan pihak Lamongan itu sulit. Justru, bagi mereka sangat mudah karena mereka memiliki kesaktian untuk melakukan hal itu.
15.          Sesuai kesepakatan yang telah dibuat, suatu hari Andansari dan Andanwangi meninggalkan Kertosono untuk menuju Lamongan. Keduanya memanggul genuk dan kipas dari batu menuju ke arah utara. Ternyata tidak hanya Andansari dan Andanwangi saja yang menuju Lamongan, di belakangnya juga terlihat ayahandanya, patih dan para pengawal dari Kadipaten Kertosono.
16.          Sungguh aneh Andansari dan Andanwangi sedikitpun tak merasakan lelah membawa beban berat yang mereka bawa. Bahkan, keduanya dapat berlari dengan cepat seperti tidak membawa beban sama sekali. Ternyata keduanya memiliki dan mewarisi ilmu kanuragan tingkat dari ayahnya, Ki Ageng Panuluh.
17.          Sesampainya di kali Lamong, tepatnya di sekitar desa Babatan, tanpa sepengetahuan rombongan dari Kertosono, ternyata PLLbeserta sejumlah pengawalnya telah lama menunggu. Mereka bersembunyi di seberang kali yang sedang di lewati AA dan rombongannya. Pada saat itulah, PLLmenyaksikan suatu kejadian yang aneh. Yaitu mereka melihat kaki Andansari dan Andanwangi tidak menginjak air saat menyeberang, melayang seperti terbang. Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa saat Andansari dan Andanwangi menyebrang, PLLmelihat kaki calon istri mereka berbulu lebat seperti kakinya kuda.
18.          Melihat kejadian tersebut, hati PLLgundah dan bersedih. keduanya hampir tak percaya bahwa calon istrinya yang begitu cantik ternyata memiliki kaki yang menakutkan, berbulu seperti kaki kuda.
19.          “Bagaimana ini, aku mempunyai calon istri yang wajahnya cantik tapi kakiknya kok seperti itu, ini kan menakutkan orang.”
20.          “Adikku Panji Liris, bagaimana ini? Apakah tidak sebaiknya perjodohan ini digagalkan saja. Sebelum ketahuan oleh mereka kalau kita menyambut di sini. Maksudku tadi, menyambutnya karena aku ingin mengetahui lebih jelas kecantikan calon istriku. Dan hampir saja tadi aku menyambutnya tapi keburu mengetahui kalau kaki calon istri kita itu begitu menakutkan. Kalau begini, ayo pulang saja ke Lamongan.”
21.          Akhirnya, PLLkembali pulang ke Lamongan melewati jalan Mantup, lewat Kalikapas Joto Sanur terus masuk ke kota. Mereka menuju pendopo Kabupaten Lamongan (sekarang bekas gedung bioskop Garuda sebelum pindah ke Tumenggungan). Jadi, kadipaten itu dulu terletak di desa Bandung belakang kecamatan yang sekarang jadi gedung bioskop.
22.          Sesampainya di pedopo kadipaten mereka menghadap ayahnya dan menceritakan kejadian yang mereka lihat. “Bagaimana ayahanda, ananda ini mau mempunyai istri tapi calon istriku yang melamar ke sini kok kakinya seperti itu.” Jelas Panji Laras dan Panji Liris.
23.           “Ya Allah, kok begini ya, coba aku usahakan apakah perjodohan ini bisa digagalkan atau tidak? Setelah mengucapkan demikian, ketiganya bergegas menuju luar pendopo untuk menyambut rombongan Andansari dan Andanwangi. Mereka melihat Andansari dan Andanwangi memanggul genuk dan menenteng tepas yang terbuat dari batu dengan begitu enteng. Hal ini menandakan keduanya benar-benar sakti.
24.          Mendekati Kadipaten Lamongan sebelah barat kecamatan yang terletak di daerah Balong Banteng itu, Andansari dan Andanwangi berserta ayahnya Ki Ageng Panuluh dengan sejumlah pasukannya dicegat di daerah Demangan. Di sana mereka diminta untuk menaruh genuk dan tepas batunya di sekitar telogo bandung. Namun, setiap kali Andansari dan Andanwangi menaruhnya di tempat itu tetap tidak bisa. Akhirnya mereka hanya bisa menangis.
25.          “Bagaimana ini, kamu bisa membawanya ke sana kemari tapi hanya menaruhnya di sini saja tidak bisa?” kata Ki Ageng Panuluh.
26.          “Wah, ini pasti ada yang tidak beres. Ini pasti diberi pagar gaib oleh orang-orang Lamongan.”
27.          Oleh orang-orang Kertosono ditandingi, namun Lamongan tetap ilmu orang Lamongan lebih sakti, dan lebih tinggi. Setelah itu, Andansari dan Andanwangi hanya bisa menangis dan terus menangis karena ia tidak dapat meletakkan genuk dan tepas batunya di sana. Karena lamanya menangis keduanya pun pingsan dan kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di depan kecamatan. Di tempat itulah sekarang nama Andanwangi diabadikan menjadi nama sebuah jalan.
28.          Pihak Kertosono tidak bisa menerima kematian Andanwangi, dan terjadilah pertempuran yang dasyhat di daerah Bandung menuju ke timur sampai ke Sidoarjo Tlogo Anyar bahklan sampai ke Tambak Jurit. Saudara Andanwangi yang bernama Andansari akhirnya meninggal dalam peperangan tersebut. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia mati bunuh diri, mayatnya kemudian diletakkan di Kali Bumbung yang kemudian dikenal dengan nama Rondo Kuning. Banyaknya prajurit yang meninggal dunia, belum lagi sang Tumenggung Ki Ageng Panuluh yang juga meninggal membuat pasukan Kertosono yang masih hidup, akhirnya menyerah di Tumapel. Dari pihak Kertosono pada waktu itu dibantu oleh Ki Ageng Ongso yang menyerang dari dari arah timur yang akhirnya juga dapat dikalahkan dan menyerah. Jadi, itulah asal-usulnya prajurit Tumapel Singosari alias saudara seperguruan yang ikut mengirim pertunangan namun berubah menjadi perang.
29.          Pada tahun 1885 genuk dan tepas batu itu ditemukan di sekitar telaga Bandung yang kemudian pada tahun 1922 dibawa ke masjid Jami’ Lamongan dan diletakkan di depannya hingga sekarang.
30.          Jadi, condro sengkolo berdirinya Lamongan. Bagaimana ceritanya, tadi kok membawa barang bawaan genuk dan tepas batu itu sebagai mas kawin. Semua itu, hanya ingin menunjukkan bahwa perkawinan yang berbeda agama itu tidak baik bagi Islam. Meskipun semuanya siap dan sepakat serta sama-sama cinta tetap tidak dapat diteruskan sehingga terjadilah adu kesaktian sampai peperangan. Andansari dan Andanwangi memilih lebih baik mati daripada tidak mendapatkan seorang suami karena malu, maka dia yang satu bunuh diri dan yang satu terbunuh di dalam peperangan. Terjadilah waktu itu pertempuran antar daerah yaitu dalam peralihan penguasa Hindu Budha diganti oleh penguasa Islam.

C.    Analisis Struktur dan Penafsiran
Episode I ( Paragraf 1-6). Pada episode ini dilukiskan  tentang tokoh Panji Laras Panji Liris.(PLL) yang merupakan anak dari Raden Panji Dewo Kaloran. PLL.PLL adalah pemuda tampan, dengan perawakan tinggi, kulitnya putih bersih, kumisnya tipis, pandai bekerja, dan dikenal ahli kanuragan.Banyak yang berusaha mendekat dan mengambil hati PLL.Ia  merantau ke daerah selatan. Ia berpakaian santri. Ia merantau menyebarkan agama Islam dengan jalan mengdu jago.
Hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mesyarakat Jombang sampai Kertosono (MJK). MJK mengadu jago untuk berjudi.Sedangkan PLL mengadu jago untuk berdakwa.
Berdasarkan hal tersebut diperoleh skema sebagai berikut.
PLL : mengadu jago untuk berdakwa—selalu menang
MJK: mengadu jago untuk berjudi—kalah dan mengikuti kemauan PLL.
Berdasarkan sudut pandang keagamaan, PPL merupakan tokoh yang selalu berbuat untuk kepentingan ketuhanan. Ia melakukan tidakan (sabung ayam) yang oleh kebanyakan masyarakat  Islam sebagai perbuatan tabu, tetapi justru dalam ketabuan itu ia mampu memahami berbuat baik untuk kepentingan agamanya. Ia  juga dapat dikatakan sebagai tokoh yang yang supel justru dengan ketabuan itu. Buktinya ia dapat masuk ke hati masyarakat dengan menggunakan alat yang dianggap tabu itu.
Episode II ( Paragraf 7-10) berkisah tentang kemashuran PLL sampai juga di telinga Tumenggung Kertosono yaitu Dewa Kaloran. Adipati Kertosono adalah saudara Ki Ageng Panuluh dari Singosari yang menjadi saudara seperguruan. PLL dipanggil ke ke pendopo kadipaten Kertosono-Kediri..Ia dijamu makan-makan sebagai tamu kehormatan dan diajak sabung ayam dengan keluarga kerajaan. Semua ayam milik keluarga kerajaan termasuk milik adipati Ki Ageng Panuluh (KAP).Kesemuanya kalah.PLL mendapat hadiah dari adipati Ki Ageng Panuluh.
Bahwa tokoh PLL merupakan tokoh yang dapat memanfaatkan kesempatan.Tokoh ini memanfaatkan kesematan dapat bertemu dengan adipati Kertosono, Kediri dengan baik.Ia dapat membuktikan dirinya sebagai kesatria melalui sabung ayam. Sedangkan tokoh KAP juga merupakan tokoh yang melambangkan pejabat Negara  yang konsisten. Ia merupakan kestria. Hal ini terlihat dari tindakannya yang menepati janji terhadap tokoh PLL.Dari cerita ini dapat ditafsirkan bahwa seorang yang kestria adalah orang yang mampu mengunakan kesempatan, dan yang selalu konsisten dalam menepati janjinya.
Dalam episode ini juga diperoleh skema seperti episode I. skema tersebut adalah
PLL : sabung ayam untuk berdakwa—selalu menang
KAP: sabung ayam untuk menunjukkan kekuasaan—kalah
            Berdasarkan skema tersebut dapat ditafsirkan bahwa perbuatan yang diniati untuk kebaikan akan mendapat kemenangan.
Episode III (Paragraf 12-15) diceritakan bahwa Andansari dan Andanwangi (AA) yang mengetahui PLL sebagai pemuda yang kesatria karena memenangkan sabung ayam dengan ayahnya akhirnya jatuh cinta kepada PLL. AA yang menganut agama berbeda dengan PLL tidak merasa canggung mengutarakan maksud hatinya disambut dengan senang juga oleh PLL.
PLL yang beragama Islam dan keluarga mengetahui bahwa perkawinan berbeda agama kuranglah baik.Untuk itu ayah PLL mengajukan syarat yang sangat simbolik yaitu AA meninggalkan Kertosono untuk menuju Lamongan, keduanya memanggul genuk dan kipas dari batu menuju ke arah utara.Hal ini agar memberatkan keluarga AA.Namun demikian keluarga AA dengan berat hati memuruti syarat keluarga PLL karena AA sudah sangat jatuh cinta kepada PLL.
Dilihat dari sudut pandang keluarga PLL kisah ini dapat ditafsirkan bahwa meski kita memiliki keinginan untuk menolak keinginan orang lain kita harus menolaknya dengan santun. Hal ini terlihat dari persyaratan yang diajukan oleh keluarga PLL kepada keluarga AA. Dalam cerita tersebut keluarga PLL memberikan syatar agar  AA pergi ke rumah PLL dengan membawa genuk dan kipas dari batu. Dua persyaratan yang sangat tidak mungkin.Persyaratan pertama adalah seorang perempuan  harus melamar kepada seorang lelaki. Padahal seorang perempuan ditakdirkan sebagai makhluk yang pemalu. Hal ini secara wajar akan sulit dilakukan oleh seorang perempuan. Sedang syarat yang kedua ia harus membawa genuk dan kipas yang terbuat dari batu. Dua syarat tersebut sebagai symbol bahwa keluarga PLL sebenarnya menolak secara halus permintaaan AA dan PLL.
Tetapi di pihak lain syarat tersebut juga dapat dimaknai sebagai ajakan keluarga PLL kepada keluarga AA untuk masuk Islam. Hal ini terlihat dari simbol genuk yang dalaam terminologi Islam Jawa,genuk merupakan tempat wudhu ataau bersuci yang biasanya diletakkan di depan rumah.
Sedangkan dilihat dari sudut pandang keluarga AA, episode ini dapat dimaknai bahwa seberat apapun yang diminta anak, orang tua haruslah menuruti keinginan itu demi kebaikan anak tersebut.Hal ini terlihat dari kisah orang tua AA yang mengikuti kemauan AA untuk melamar PLL.Tidak hanya menuruti bahkan ayah AA juga mendukung perjalanan AA ke Lamongan.
Episode ini juga dapat ditafsirkan bahwa untuk mencapai tujuan tertentu seorang wajib berusaha sekuat tenaga.Tafsir ini dapat ditarik dari kisah AA yang berusaha mendapatkan PLL dengan jalan memenuhi syarat yang diberikan oleh keluarga PLL.
Episode IV (Paragraf 16-28) dikisahkan bahawa AA dapat membawa genuk dan kipas dari batu ke Lamongan. Sesampainya di kali Lamong, tepatnya di sekitar desa Babatan, tanpa sepengetahuan rombongan dari Kertosono, ternyata PLL beserta sejumlah pengawalnya telah lama menunggu. PLL melihat kaki calon istri mereka berbulu lebat seperti kakinya kuda.. Akhirnya, PLL kembali pulang ke Lamongan..Sesampainya di pedopo kadipaten mereka menghadap ayahnya dan menceritakan kejadian yang mereka lihat.Ayahnya mencoba mengusahakan agar perjodohan ini bisa digagalkan.
Di sana AA diminta untuk menaruh genuk dan tepas batunya di sekitar telogo bandung. Namun, setiap kali AA menaruhnya di tempat itu tetap tidak bisa.Akhirnya mereka hanya bisa menangis. AA hanya bisa menangis dan terus menangis sampai ia pingsan dan akhirnya Andanwangi meninggal. Keluarga AA dan pasukannya tersinggung dengan kejadian itu..Terjadilah pertempuran antara pasukan Kediri yang masih beragama Hindu Budha dan Lamongan yang beragama Islam.Dalam pertempuran itu Andansari memilih bunuh diri.Banyak prajurit Lamongan yang meninggal.Dari pihak Kediri Tumenggung Ki Ageng Panuluh (ayah AA) juga meninggal membuat pasukan Kediri yang masih hidup menyerah di Tumapel.
Dilihat dari sudut pandang PLL terdapat perubahan sikap PLL yang semula sebagai pemuda kesatria menjadi pemuda yang tidak kesatrai.Ia berubah pikiran setelah melihat AA memiliki kelemahan pada tubuhnya dan ia membetalkan perjodohan dengan jalan membentengi Lamongan dengan pagar gaib sehingga AA tidak dapat memenuhi syarat yang sudah disepakati.
Sedangkan dari sudut AA, A rela mati dari pada hidup menanggung malu.
Sedangkan dari sudut pandang yang lain dapat ditafsirkan bahawa perkawinan PLL yang beragama Islam dengan AA yang beragama Hindu/Budha bukanlah perkawinan yang baik, akhirnya perkawinan itu gagal.
Dapat pula ditafsirkan bahwa karena tujuan awal PLL mengembara ke selatan hanya untuk berdakwa maka ia juga dapat memenangkan pertempuran. Sedangkan dari pihak Kediri yang berniat melakukan perluasan ekonomi melalui perkawinan atau melakukan perbuatan bukan karena Tuhan maka mereka kalah.Niat tersebut terlihat pada parafraf tujuh bahwa Kediri ingin memperluas wilayahnya ke utara sampai ke pesisir utara untuk kepentingan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut episode ini dapat dibuat skema sebagai berikut.
PLL: berkelana dengan tujuan berdakwa—selalu menang dalam pertempuran
AA : tidak berdakwa – kalah dalam pertempuran.

D.    Konflik Batin Sosial
Konflik batin PLL terjadi ketika ia melihat calon istrinya AA yang memiliki kaki berambut tebal seperti kaki kuda. Maka ia kemudia ragu apakah akan melanjutkan perjodohan atau tidak. PLL merasa malu jika memiliki istri yang demikian, maka  ia kemudin memutuskan menyelesaiakn persoalan tersebut dengan jalan berkonsultasi denga orang tuanya.Hal tersebut menunjukkan kebimbangan yang dialami oleh tokoh PLL yang mewakili orang laki-laki Lamongan.
Konflik sosial terjadi ketika orang Lamongan dan Kertosono, Kediribertempur dengan tujuan masing-masing.Orang Kediri berusaha bertempur karena merasa terhina perjodohan keluarganya dibatalkan.Sedangkan orang Lamongan bertempur karena mempertahankan diri dan berjuang demi agamanya—Islam.


E.     Nilai Utama
Cerita di atas dapat pula dimaknai bahwa orang lamongan merupakan pribadi yang suka mengembara.Dalam pengembaraan nya orang lamongan selalu bertujuan mulia yaitu berjuang menyiarkan agama Islam.
Perjuangan bagi orang Lamongan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara berjuangan adalah dengan masuk ke komunitas tertentu yang menjadi sasaran perjuangan. Dengan cara masukkepada komunitas tertentu dan mengikuti adat istiadat komunitas tertentu diharapkan kita dapat diterima dan bahkan dapat memenangkan perjuangan itu. Hal ini terlihat dari cara PLL yang melakukan sabung ayam ke selatan. Kebiasaan orang-orang di komunitas Hindu/budha di daerah selatan bagi PLL tidak langsung ditentang begitu saja, tetapi harus dilawan dengan cara mengalahkan kebiasaan tersebut. Dengan cara yang demikian PLL dapat mengambil simpati penduduk kadipeten Kediri.
Dalam cerita ini juga terungkap bahwa perkawinan yang berbeda agama ternyata tidak baik, sebaiknya hal tersebut dihindari.
Hal lain yang dapat diungkapkan sebagai keutamaan nilai dalam  cerita tersebut adalah bahwa jika kita menolak sesuatu hendaknya kita melakukannya dengan bahasa yang halus, jangan samapi hal tersebut dapat menyinggung perasaan orang tersebut.
Dilihat dari sudut pandang AA dan kelurganya terungkap makna lebih baik mati dari pada menanggung malu.Hal tersebut merupakan sikap yang patut dihargai.
Berdasarkan cerita tersebut adat orang Lamongan lelaki dilamar oleh perempuan sampai sekarang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COACHING DALAM PENDIDIKAN

A. Pendahuluan            Senin, 1 Februari 2021 merupakan hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia. Pada hari itu Menteri Pendidikan dan K...