Foto Kegiatan

Kamis, 07 Maret 2013

Keterbacaan Buku Bahasa Indonesia


KETERBACAAN BUKU AKTIF DAN KRETIF BERBAHASA INDONESIA 1 UNTUK KELAS X SMA/MA KARYA ADI SOMAD, DKK


oleh: Rasmian
Mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Unesa, email: riasmian71@gmail.com, web: rasmianmenulis.com

A.   Pengantar
Mate pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting dalam dunia pendidikan. Mata pelajaran bahasa Indonesia diajarkan mulai dari Tk sampai perguruan tinggi. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi salah satu syarat kelulusan siswa dari jenjang pendidikan tersebut. Selain itu mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang berfungsi menjembatani mata pelajaran lain. Hal ini disebabkan bahasa Indonesia berfungsi sebagai pengantar dalam menyampaikan mata pelajaran lain.
Ditinjau dari sudut pandang sarana prasarana, terutama dilihat dari sudut pandang buku teks, bahasa Indonesia merupakan salah satu media interaksi antara guru dengan peserta didik. Sebagai media bahasa Indonesia memiliki fungsi mengantarkan  pesan dalam proses interaksi. Jika suatu pesan disampaikan dengan media  yang kurang tepat maka pesan tersebut tidak akan sampai pada komunikan atau penerima pesan. Dengan demikian peran mata bahasa Indonesia dalam pendidikan sangatlah penting dan strategis.
Pada tahun 2005 melalui menteri pendidikan, pemerintah menggas penyediaan buku teks mata pelajaran yang wajib digunakan oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah tersebut adalah menyediakan buku murah dalam bentuk elektronik yang sering disebut dengan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Buku-buku tersebut diseduiakan pemerintah secara gratis.
Buku-buku BSE tersebut menurut peraturan pemerintah harus memenuhi strandar buku ditinjau dari keterbacaannya, desain grafisnya,  kebahasaannya, dan isinya.
Keterbacaan  atau readable berarti  ‘dapat dibaca’. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2005:62) mengartikan keterbacaan sebagai ‘perihal dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dipahami dan diingat’.
Sedangkan Dale dan Chale dalam Kusmana (2008:124) menjelaskan keterbacaan adalah seluruh unsur yang ada dalam teks yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca optimal.
Menurut Fry dalam Kisyani (2006:4.20) menggolongkan peringkat baca seseorang menjadi peringkat baca 1, 2, 3 sampai 17. Seseorang yang memiliki peringkat baca tinggi secara ideal mampu memahami setiap teks/buku yang dibacanya. Namun apabila buku tersebut memiliki tingkat keterbacaan yang tidak sesuai untuk dirinya, ia belum tentu dapat memahami dengan mudah.
Buku BSE merupak buku yang telah dinyatakan layak dipakai dalam pendidikan sesuai dengan kelas dan jenjang pendidikannya. Buku ini dinilai oleh tim Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional yang sekarang berganti nama menjadi Kemntrian Pendikan dan Kebudayaan. Buku tersebut dinilai keterbacaannya berdasarkan kretria kebehasaan yang aspeknya meliputi penggunaan wacana , penggunaan paragraf, penggunaan kalimat-kalimat sederhana, dan lain-lain.
Buku yang dianalisis dalam makalah ini berjudul Buku Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2005 secara online.
Masalahnya adalah apakah buku tersebut cocok bagi pembacanya? Makalah  singkat ini akan mencoba menganalis keterbacaan buku tersebut dengan menggunakan teknik yang dikemukan oleh Edward Fry yang terkenal dengan istilah fomula keterbacaan Fry atau Grafik Fry dan penerapan wacana pada siswa dalam benruk tes pemahaman wacana.


B.   Keterbacaan dengan Teknik Tes.
         
Tes dapat didigunakan sebagai alat untuk memprediksi keterbacaan suatu buku atau wacana. Menurut Kusmana (2008:126) formula SMOG (Simplified Measure of Globbedygook) Test  dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan bahan ajar sebelum bahan ajar tersebut digunakan pada pembelajaran. Formula ini sangat mudah dan sederhana. Formula ini dapat digunakan yang paling sedikit terdiri atas 10 kalimat.
Menurut Tampubolon (1990:11) kemampuan memahami isi bacaan siswa SMA minimal 60%. Artinya siswa dapat menjawab pertanyaan dengan jawaban benar minimal 60%  dari jumlah pertanyaan. Misalnya saja dari satu lembar bacaan diujikan 10 pertanyaan, maka siswa SMAdiharapkan dapat menjawab minimal 6 pertanyaan.
Pengukuran keterbacaan dengan formula SMOG dianggap pengukuran yang paling sesuai sebab pengukuran ini dilakukan secara langsung kepada siswa.


C.   Mengenal Katerbacaan dan Teknik Analisis Keterbacaan Fry.
Formula keterbacaan Fry diambil dari nama pembuatnya yaitu Edward Fry. Formula ini mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam majalah “Journal of Reading”. Grafik keterbacaan yang diperkenalkan Edward Fry ini merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam majalah “Journal of Reading”. Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968. Formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor utama, yakni panjang-pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah (banyak-sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut.Perhatikan Grafik Fry berikut ini.















Dalam grafik di atas terdapat angka seperti angka 108, 112 sampai 182 yang terdapat di bagian atas dan bagian bawah grafik. Angka-angka tersebut menjunjukkan data jumlah suku kata per seratus kata. Seratus kata merupakan jumlah sampel pengkuran keterbacaan teks/wacana ( Kisyani,  2006:4.12).
Sedangkan di samping kiri grafik terdapat angka-angka 2,0; 2,5 sampai dengan 25,0. Angka-angka tersebut menujukkan rata-rata jumlah kalimat perseratus kata. Sedangkan angka-angaka yang berada di tengah grafik merupakan angka yang menunjukkan perkiraan peringkat wacana yang diukur. Terdapat 17 peringkat yang menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan sebuah wacana (Kisyani,  2006:4.13).
Daerah 1 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 1 SD/ MI, daerah 2   menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 2 SD/ MI, daerah 3 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 3 SD/ MI, daerah 4 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 4 SD/ MI, daerah 5 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 5 SD/ MI, daerah  6 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 6 SD/ MI. Sedangkan daerah 7 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa  kelas 7 SMP/MTs, daerah 8 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 8 SMP/MTs, daerah 9 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 9 SMP/MTs.  Daerah 10 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 10 SMA/MA/SMK, daerah 11 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 11 SMA/MA/SMK, daerah 12 menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca siswa kelas 12 SMA/MA/SMK. Sedangkan daerah 13 s.d 17+ menunjukkan teks/wacana cocok untuk pembaca  mahasiswa perguruan tinggi atau seorang profesional (Kisyani, dkk, 2006:4.13).
Langkah-langkah untuk mengukur keterbacaan melalui Grafik Fry sebagai berikut.
  1. Pilihlah penggalan wacana yang baik dari wacana yang standar yang hendak diukur sebanyak 100 kata.
  2. Hitunglah jumlah kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut. Dalam penghitungan kalimat ini sisa kata yang termasuk dalam 100 kata dinyatakan dengan bilangan decimal.
  3. Hitunglah jumlah suku kata dalam wacana sampel tersebut.
  4. Kalikan jumlah suku kata tersebut dengan bilangan 0,6 (bilangan konversi grafik Fry yang ditawarkan oleh harjasujana dan Mulyati.
  5. Masukkan angka jumlah kalimat dan jumlah suku kata pada langkah 4 dalam Grafik Fry sehingga membentuk titik koordinat. Lihatlah hasil tersebut, dan analisis tingkat keterbacaannya (Kisyani, 2006:4.14-4.20)



D.   Keterbacaan Buku Teks BSE dengan Formula Tes
Sebelum disajikan hasil pengukuran keterbacaan dengan teknik tes yang diterapkan pada buku berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008 secara online, perlu dikemukakan profil responden yang dipakai dalam makalah ini.
Penulis menggunakan responden dalam penelitian ini sejumlah 32 siswa yang duduk di kelas X semester pertama pada SMA Wachid Hasjim Maduran, Lamongan tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan di sela-sela kegiatan Masa Orientasi Siswa Baru tanggal 10 Juli 2012.
          Responden dalam penelitian ini  memiliki ciri ciri sebagai berikut.
a.     Memiliki kemampuan hampir sama sebab kelas  dikelompokkan  berdasarkan nilai hasil tes masuk Peneriman Murid Baru. Siswa yang memiliki rangking 1sampai 32 diletakkan di gugus A, rangking 33 sampai 62 di gugus B dan seterusnya.
b.     Kondisi sosial responden juga hampir sama, 27 siswa berasal dari kelurga petani yang memiliki kebiasaan hidup hampir sama, 5 siswa berasal dari keluarga PNS yang tinggal di pedesaan.
c.     Jumlah siswa yang dipakai dalam penelitian ini 32 siswa dengan rincian 17  siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki.
Adapun wacana yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini berjudul Pelajaran I, Tema Kreativitas, Subbab A, menceritakan Pengalaman pada halaman 3-4. Adapun naskah terlampir. Jumlah kata dalam naskah 779.
Berdasarkan naskah tersebut penulis membuat daftar pertanyaan sebagai berikut.
1.      Mengapa menceritakan pengalaman harus diceritakan secara ekspresif?
2.      Mengapa buku harian dapat disebut sebagai biografi sederhana?
3.      Apa yang harus diperhatikan dalam menceritakan pengalaman sehingga pendengar tertarik mendengarkan?
4.      Menurut wacana di atas, kegiatan-kegiatan apa sajakah yang dapat diceritakan sebagai bentuk pengalaman?
5.      Sebutlan empat ekspresi wajah berdasarkan wacana di atas!
6.      Apa yang menyebabkan orang bosan mendengarkan cerita dari orang lain?
7.      Sebutkan pengalaman yang dialami oleh Priska  Anggreani!
8.      Apa nama yayasan yang mendidik anak jalanan menurut wacana di atas?
9.      Keterampilan apa sajakah yang diajarkan kepada anak jalanan menurut wacana di atas?
10.   Berapa jumlah anak jalanan yang ditangani Priska bersama yayasannya?

Langkah-langkah kegiatan adalah
1.    Peneliti menjelaskan tujuan penelitian.
2.    Peneliti menyebarkan naskah.
3.    Responden diberi waktu membaca selama 3,1 menit.
4.    Responden menerima pertanyaan dan menjawab pertanyaan tersebut dengan jalan menuliskan jawaban di lembar jawaban.
5.    Peneliti mengoreksi dan menganalisis hasil jawaban responden.
Setelah dilakukan analisis diperoleh hasil sebagai mana table berikit.
Tabel 1 Prosentase Siswa Kelas X SMA Wachid Hasjim Maduran yang Dapat Menjawab Soal dalam Penelitian Ini
No Soal
 Jumlah Siswa Dapat menjawab benar
 Prosentase
1
31
96,8
2
25
78,1
3
26
81,3
4
21
65,6
5
26
81,3
6
25
78,1
7
20
62,5
8
23
71,8
9
21
65,6
10
22
68,8
Rata-rata
74,9
Berdasarkan table 1 di atas diperoleh informasi bahwa soal nomor 1 dijawab dengan benar oleh 31 satu dari 32 responden, sehingga prosentase siswa yang menjawab benar 96,8 persen. Soal nomor 2 dapat dijawab dengan benar oleh 25 siswa atau prosentase siswa yang menjawab benar sebesar 78,1 persen. Soal nomor 3 dapat dijawab dengan benar oleh 26 siswa sehingga prosentase siswa yang menjawab benar adalah 81,3 persen. Soal nomor 4 dijawab dengan benar oleh 21 siswa dengan sehingga prosentase siswa yang menjawab benar 65,6 persen. Soal nomor 5 dijawab dengan benar oleh 26 siswa, dan prosentase siswa yang menjawab benar adalah 81,3 persen. Siswa yang dapat menjawab dengan benar soal nomor 6 adalah 26 sehingga prosentasenya 78,1. Pada soal nomor 7 siswa yang menjawab benar 20 orang dengan prosentase siswa yang menjawab benar 62,5 persen. Soal nomor 8 dapat dijawab oleh 23 siswa, sehingga prosentase siswa yang menjawab benar sebesar 71,8 persen. Pada soal nomor 9 dan10 siswa yang menjawab denganbenar masing-masing 21 dan 22 orang dengan prosentase siswa menjawab benar sebesar 65,6 persen dan 68,8 persen.
Rata-rata siswa yang menjawab benar berdasarkan data di atas 74,9 persen. Menurut pandangan Tampubolon bahwa siswa dianggap sebagai memiliki kemampuan membaca jika siswa dapat menjawab pertanyaan dari wacana yang dibaca sebesar minimal 60 persen. Berdasarkan pandangan tersebut wacana yang di analisis dalam makalah ini dapat difahami terbaca oleh responden. Artinya wacana tersebut merupakan wacana sesuai dengan atau cocok dibaca oleh siswa kelas X.


E.   Keterbacaan Buku Teks BSE dengan Formula Fry
  1. Penghitungan Kalimat dan Kata
Dalam
pelajaran
Ini
Anda
Akan
1
2
3
4
5

Berlatih
meceritakan
pengalaman.
Pengalaman
tersebut
6
7
8
9
10











dapat
Anda
sampaikan
secara
ekspresif
agar
11
12
13
15
16
17

Orang
yang
mendengarkan
pengalaman
anda
dapat
18
19
20
21
22
23

memahaminya.
Dengan
demikian
diharapkan
kemampuan
24
25
26
27
28

anda
dalam
menyampaikan
informasi
akan
bertambah.
29
30
31
32
33
34

Apakah
anda
senang
menulis
pengalaman
dalam
35
36
37
38
39
40

buku
harian?
Buku
harian
dapat
menjadi
biografi
41
42
43
44
45
46
47

sederhana
yang
memuat
Segala
aktivitas
dan
pengalaman
48
49
50
51
52
53
54

Yang
telah
anda
alami.
Ada
beragam
pengalaman
55
56
57
58
59
60
61

Yang
telah
anda
alami
dalam
kehidupan
sehari-hari.
62
63
64
65
66
67
68

Salah
satunya
adalah
pengalaman
selama
anda
di
69
70
71
72
73
74
75

kelas
X
sekarang.
Mungkin,
anda
pernah
mengalami
76
77
78
78
79
80
81

pengalaman
seru
bersama
teman-teman.
Pengalaman
82
83
84
85
86

Yang
Anda
alami
dapat
diceritakan
kepada
87
88
89
90
91
92

teman-teman
sekelas.
Tentunya
dalam
menceritakan
95
96
97
98
99



pengalaman//
Anda
harus
memperhatikan
cara
101
102
103
104
105

Berbicara
dalam
menyampaikan
apa
yang
ada
106
107
108
109
110
111

Dalam
pikiran.
112
113

Dalam perhitungan grafik Fry dibutuhkan data 100 kata. Data 100 kata dalam makalah ini ditandai dengan langbang garis miring dua (//). Berdasarkan data di atas data 100 kata dimulai dari kata dalam sampai dengan kata pengalaman.
Jumlah kalimat dalam data tersebut adalah 10,  kalimat. Kalimat pertama dimulai dari kata dalam sampai dengan kata pengalaman, kalimat kedua dimulai kata pengalaman sampai dengan kata memahaminya, sedangkan kalimat ketiga dimulai  kata dengan sampai dengan kata bertambah, kalimat keempat dimulai kata apakah sampai kata harian, kalimat kelima dimulai kata buku sampai kata alami, kalimat keenam dimulai kata ada sampai kata sehari-hari, kalimat ketujuh dimulai kata salah sampai kata sekarang, kalimat kedelapan dimulai kata mungkin sampai kata teman-teman, kalimat kesembilan dimulai kata pengalaman sampai kata sekelas, dan kalimat kesepuluh dimulai dari kata tentunya sampai kata pikiran
Kalimat kesepuluh  dalam perhitungan ini hanya dipakai 0,25 dimulai dari kata ketentuan sampai dengan kata pengalaman. Perhitungan 0,25  dapat dijelaskan sebagai berikut. Kalimat kesepuluh terdiri atas 16 kata, sedangkan dalam perihutungan ini hanya dipakai 4 kata. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung dengan rumus: jumlah kata yang dipakai dalam perhitungan grafik dibagi jumlah kata seluruh kata. Penghitungannya adalah 4/16 sama dengan 0,25.  Sehingga jumlah kalimat di atas adalah 9 + 0,25 sama dengan 9,25.

2.            Penghitungan Suku Kata
Berikut ini disajikan data suku dari100 kata yang telah disajikan di bagian sebelumnya.

Dalam
pe la ja ran
I    ni
an  da
Akan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12













Berlatih
meceritakan
pengalaman
Pengalaman
tersebut
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
25
27
28
29
30
31




















Dapat
anda
sampaikan
secara
ekspresif
agar

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46






















Orang
yang
mendengarkan
pengalaman
anda
dapat
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
















memahaminya.
Dengan
demikian
diharapkan
kemampuan
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80




















anda
dalam
menyampaikan
informasi
akan
bertambah.
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97


















Apakah
anda
senang
menulis
pengalaman
Dalam
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113

















 buku
 harian?
 Buku
 harian
dapat
 menjadi
  biografi
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
128
129
130
131
132




















Sederhana
yang
memuat
Segala
aktivitas
dan
pengalaman

133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
























yang
telah
anda
 alami.
 Ada
Beragam
pengalaman
153
154
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
167


















yang
Telah
anda
alami
dalam
kehidupan
sehari-hari.

168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186





















Salah
satunya
  adalah
pengalaman
selama
Anda
di
187
188
189
190
191
192
193
194
195
197
198
199
200
201
202
203
204
205



















Kelas
X
sekarang.
 Mungkin,
anda
pernah
mengalami
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221

















pengalaman
 seru
bersama
teman-teman.
Pengalaman
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238


















yang
Anda
alami
dapat
diceritakan
kepada
239
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253

















teman-teman
sekelas.
Tentunya
dalam
menceritakan
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
267
268
269
270
271


















pengalaman//
272
273
274
275


Untuk mendapatkan simpulan apakah sebuah teks memiliki keterbacaan dapat diukur dengan formula grafik Fry, langkah yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah suku kata dalam dari jumlah 100 yang telah ditentukan.
Berdasarkan penghitungan suku dari 100 kata yang telah ditentukan di bagian sebelumnya diperoleh informasi bahwa terdapat 275 suku kata dari 100 kata tersebut. Hasil tersebut belum dapat dimasukkan dalam grfik fry. Hal ini disebabkan grafik Fry merupakan penelitian yang dilaksanakan untuk bahasa Inggris, sedangkan penelitian ini objeknya adalah teks berbahasa Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Harjasujana dan Mulyati dalam Kisyani (2006:4.20) bahwa Grafik Fry tidak bisa digunakan untuk mengukur keterbacaan wacana dalam bahasa Indonesia, kecuali jika dilakukan pemodifikasian terhadap alat tersebut. Harjasujana dalam Kisyani (2006:4.20) memberikan formula bahwa hasil perhitungan suku kata tersebut dikalikan 0,6. Berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan penghitungan  sebagai berikut.
275 x 0,6 = 165
Dari perhitungan tersebut diperoleh data bahwa penggalan artikel yang diteliti dalam makalah ini terdiri atas 185 suku kata.

3.    Analisis Data Berdasarkan Grafik Fry.
Langkah berikutnya setelah menghitung suku kata adalah memasukkan hasil hitungan tersebut ke grafik Fry.
Berdasarkan data hasil penghitungan kalimat, dan suku kata diperoleh informasi bahwa terdapat 9,25 dan 165 suku kata. Data tersebut dimasukkan dalam grafik Fry sebagai berikut. Berdasarkan grfik Fry data tersebut masuk di koordinat (9,25;165). Koordinat tersebut berada di area 12 grafik Fry.
Perhatikan grafik fry berikut ini yang diterapkan dalam hasil perhitungan di atas.
 



















Gambar di atas merupakan Grafik Fry. Grafik Fry dipakai untuk mengukur tingkat keterbacaan teks. Jumlah kata yang dipakai sebagai sampel dalam grafik Fry adalah 100 kata.  
Berdasarkan grafik di atas buku  yang berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008 secara online berada pada titik koordinat (9,25;165). Titik koordinat di atas berada di daerah invalid. Dengan demikian buku tersebut tidak cocok untuk  siswa kelas X SMA/MA.

F.    Diskusi Hasil Data
Berdasarkan data pada subab D buku yang berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008 secara online mampu dipahami atau terbaca oleh siswa kelas X SMA. Kemampuan siswa memahami sampel bacaan tergolong baik dengan rata-rata 74,9. Angka tersebut jika dihubungkan dengan kreteria ketuntasan pada strandar nilai nasional yang hanya 70 persen merupakan angka yang melebihi standar tersebut. Dalam kreteria nilai angka 74,9 merupakan angka dengan kreteria cukup.
Hal tersebut menunjukkan bahwa wacana sebagai sampel dalam penelitian ini disebut atau dianggap memenuhi keterbacaan bagi siswa kelas X SMA/MA.
Berdasarkan data pada subab E diperoleh informasi bahwa menurut formula Fry buku berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008 secara online tidak cocok untuk dibaca siswa kelas X SMA sebab berdasarn grafik Fry wacana tersebut berada di daerah tidak valid.
Bahwa hal tersebut wajar, sebab formula yang dibuat oleh Fry merupakan formula yang diujicobakan pada bahasa Inggris. Formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor utama, yakni panjang-pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah (banyak-sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut.
 Semakin panjang sebuah kata semakin dianggap sulit dalam formula tersebut.  Padahal  dalam bahasa Indonesia sebuah kata yang panjang belum tentu dapat dikatakan sebagai kata sulit. Misalnya kata merupakan,  kata yang panjang menurut ukuran formula Fry dan itu berarti kata ini merupakan kata yang sulit. Tetapi dalam bahasa Indonesia kata ini  bukan  merupakan kata yang sulit. Sebab siswa SD saja dapat memahami makna kata tersebut. Jika kita bandingkan dengan kata teks yang terdiri atas empat huruf yang dalam pandangan formula Fry dikatagorikan sebagai kata yang mudah bagi orang Indonesia justru ini adalah kata yang sulit. Hal ini terbukti  bahwa kata ini tidak dapat dimaknai /difahami oleh sebagian siswa SD.
Oleh sebab itu dalam analisis ini formula yang dirumuskan oleh Fry dijadikan sebagai bahan pembanding dari formula tes.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa buku berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008  cocok/terbaca oleh siswa kleas X SMA.

G.   Simpulan
Berdasarkan hasil  data dan diskusi dapat disimpulkan bahwa buku berjudul  Aktif Dan Kretif Berbahasa Indonesia 1 Untuk Kelas X SMA/MA karya Adi Abdul Somad, dkk yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan, Kemendiknas tahun 2008  cocok/terbaca oleh siswa kleas X SMA.

Daftar Bacaan
Kisyani, 2006. “Penerapan Formula Keterbacaan’’ dalam Membaca 2 ( Modul UT).
Kusmana, Suherli. 2008. ”Keterbacaan Buku Teks  Pelajaran Berdasarkan Keterpahaman Bahasa Indonesia”. Dalam Jurnal Bahasa dan Sastra  Vol.8 Nomor 2 tahun 2008.
Sulastri, Isna. 2010. “Keterbacaan Wacana Dan Teknik Pengukurannya” (artikel online) http://uniisna.wordpress.com/ diakses 26 Mei 2012.
Somad, Adi Abdul, dkk.2008. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia 1 : untuk kelas X SMA/MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Tampobolon, D.P. 1990. Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efesien. Bandung: Angkasa.




LAMPIRAN
Teks yang dianalisis keterbacaannya.

Menceritakan Pengalaman
Dalam pelajaran ini, Anda akan berlatih menceritakan pengalaman. Pengalaman tersebut dapat Anda sampaikan secara ekspresif agar orang yang mendengarkan pengalaman Anda dapat memahaminya. Dengan demikian, diharapkan kemampuan Anda dalam menyampaikan informasi akan bertambah.
Apakah  Anda  senang  menulis  pengalaman  dalam  buku harian?  Buku  harian  dapat  menjadi  biografi  sederhana  yang memuat segala aktivitas dan pengalaman yang telah Anda alami. Ada beragam pengalaman yang telah Anda alami dalam kehidupan sehari-hari.   Salah   satunya   adalah   pengalaman   selama   Anda berada di Kelas  X  sekarang. Mungkin, Anda pernah mengalami pengalaman seru  bersama teman-teman. Pengalaman yang Anda alami  dapat  diceritakan  kepada  teman-teman  sekelas.  Tentunya, dalam menceritakan pengalaman, Anda harus memperhatikan cara berbicara dalam  menyampaikan apa yang ada dalam pikiran. Hal tersebut dapat ditunjang dengan ekspresi dan gerak tubuh sehingga pendengar menjadi tertarik  mendengarkannya. Pengalaman yang Anda   ceritakan   dapat   dilakukan   dalam   kegiatan   perkenalan, berdiskusi, dan bercerita.
Saat menceritakan  pengalaman  tersebut, Anda  dapat  meng- gunakan berbagai macam ekspresi wajah, antara lain:
1. senang;
2. sedih;
3. terharu;
4. kesal.
Ekspresi wajah tersebut dapat menunjang kegiatan penyampaian cerita Anda. Dengan demikian, orang yang menyimak cerita Anda akan lebih mudah memahami cerita yang Anda sampaikan.
Sekarang,  temukanlah  berbagai  macam  ekspresi  lain  yang belum disebutkan. Perhatikanlah wajah Anda di depan cermin.
Berbagai ekspresi wajah yang Anda praktikkan tersebut me- rupakan  hal  yang  sangat  penting  dalam  kegiatan  menceritakan pengalaman Anda. Tanpa ekspresi, penyampaian cerita Anda akan terkesan datar dan biasa-biasa saja. Hal ini, tentunya, akan membuat pendengar menjadi bosan.
Berikut ini contoh pengalaman yang dialami oleh teman Anda, Priska Anggraeni. Bacakanlah dengan ekspresif di depan teman-teman atau keluarga.

Teman-teman yang baik, perkenalkan nama saya adalah Priska Anggraeni.
Dalam kesempatan ini, saya akan menceritakan pengalaman saya dalam melakukan kegiatan pendidikan untuk anak jalanan. Pengalaman tersebut saya lakukan ketika bergabung dengan sebuah yayasan yang mengurusi anak jalanan.
Mungkin, bagi yang belum pernah berkecimpung dengan dunia anak jalanan akan merasa asing  dengan mereka. Memang tidak mudah mendidik  keterampilan anak-anak jalanan (anjal) yang masih  haus  belaian kasih sayang orangtuanya. Berbagai cara pun dilakukan yayasan- yayasan yang mengasuh  anak-anak tersebut., termasuk yayasan tempat saya mencurahkan tenaga dan pikiran untuk membantu anak jalanan.
Adapun  yayasan tempat saya  mengabdikan  diri bernama Yayasan Widya  Dharma. Bersama  yayasan tersebut,  kami  menangani  anak  telantar   dengan mendekatkan mereka pada akses  pekerjaan. Prinsip dasarnya, kalau anak telantar  diberi pekerjaan yang lebih nyata, mereka diharapkan tidak akan meminta- minta lagi di jalanan.
Bersama Koordinator Pendamping Anak Jalanan Yayasan Widya Dharma, kami menawarkan beragam program untuk membantu anak jalanan. Di antaranya, keterampilan menyablon hingga kemampuan bekerja di bengkel. Kami pun tidak jarang melakukan kerja sama dengan lembaga lain untuk memberikan pendidikan bagi anak jalanan tersebut.
Untuk  menjalankan  program  tersebut, yayasan tidak perlu mengasramakan 130 anak-anak telantar yang ditangani.  Dalam hal ini, kami bertindak sebagai pendamping yang mendatangi dua tempat  anak-anak telantar binaan kami, yakni di kawasan  Rungkut dan Putat Jaya, Surabaya. Di sana, anak jalanan tersebut diajak untuk  terampil  dengan  diberikan  pelatihan-pelatihan. Salah satu tujuan pelatihan-pelatihan tersebut ialah untuk menumbuhkan kreativitas anak jalanan.
Perlahan, program tersebut membuahkan hasil. Di Banyu Urip, saat ini telah berdiri tiga usaha sablon yang dikerjakan anak-anak tersebut. Di Dukuh Pakis juga berdiri bisnis serupa. Sementara, di Putat Jaya saat ini berdiri tiga unit usaha perbengkelan. Memang hasilnya tidak terlalu besar, tetapi mereka kini telah memiliki aktivitas bermanfaat.
Selain itu, kami juga berkordinasi dengan lembaga lain, seperti  Sanggar Alang-Alang  milik  Kak  Didit Hape. Lembaga yang telah sembilan tahun berdiri itu menawarkan pendidikan etika dan estetika untuk anak- anak jalanan yang bergabung. Mereka boleh belajar dengan gratis. Asal, mereka sopan dan tidak berkata- kata jorok. Itulah SPP belajar di sanggar itu.
Kak Didit membagi program pendidikannya menjadi tiga, yakni pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan anak usia sekolah (PAUS), dan pendidikan anak  usia remaja (PAUR). Kalau diistilahkan, ini semacam TK anak miskin. Kami dapat belajar banyak dari sanggar tersebut.
Kami pun pernah bekerja sama dengan PantiAsuhan Bhakti Luhur. Panti asuhan ini punya cara lain untuk mengentas anak-anak binaannya. Mereka  menyediakan 60 pengasuh untuk anak didiknya. Mereka mengalami macam-macam  kebutuhan. Mulai  buta  sampai  lemah mental.
Adapun di tempat lain, yaitu di Penitipan Ibu dan Anak Matahari Terbit, anak-anak asuh diberi bekal pengetahuan dasar tentang hidup. Mulai rutinitas seperti mandi atau makan, hingga bekal pengetahuan tentang moral, tata krama, dan kemandirian. Memang, hasilnya lumayan terasa. Mereka sudah bisa mengatur pola kehidupan sendiri.
Bagi saya,kegiatan yang saya alami tidak lain sebagai bahan motivasi bagi teman-teman yang ingin menyisihkan waktunya untuk mengabdikan diri bagi dunia pendidikan anak jalanan. Pengalaman yang saya ceritakan ini tiada lain juga sebagai upaya menggugah kita bahwa masih banyak anak di negeri ini yang belum mendapatkan pendidikan yang layak untuk masa depan. Demikianlah pengalaman ini saya sampaikan. Semoga  bermanfaat bagi teman-teman.
Dari pengalaman yang diceritakan tersebut, Anda dapat mendiskusikan isi pengalaman tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COACHING DALAM PENDIDIKAN

A. Pendahuluan            Senin, 1 Februari 2021 merupakan hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia. Pada hari itu Menteri Pendidikan dan K...