MAKNA DEMOKRASI BAGI MASYARAKAT
DAN HEGEMONI DALAM
DRAMA “DEMOKRASI” KARYA PUTU WIJAYA ( SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan
menganalisis drama monolog “Demokrasi” karya Putu Wijaya dari sudut makna demokrasi bagi masyarakat dan hegemoni yang terdapat dalam naskah tersebut.
Karya sastra sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa memiliki beragam bentuk.
Dalam perkembangannya, drama modern merupakan jenis karya sastra. Sebagai karya
sastra drama menitikberatkan pada tulisan
bersifat script oriented. Sebagai bagian dari karya sastra, drama
merupakan hasil ekspresi pengalaman, perasaan, dan berbagai peristiwa atau
fenomena sosial yang dialami pengarang. Di zaman modern berbagai jenis drama
diciptakan pengarang untuk menyampaikan pesan, kritik dan sindiran dunia nyata.
Putu Wijaya sebagai salah satu pengarang drama monolog, melahirkan salah satu
drama monolog yang diberi judul “Demokrasi”. Kisah monolog yang ditulis Putu Wijaya tersebut merupakan
kisah sindiran terhadap kondisi sosial ekonomi yang masih relevan sampai saat
ini.
Objek penelitian ini adalah naskah drama berjudul “ Demokrasi” karya Putu Wijaya. Metode pengumpulan data
dalam makalah ini dilakukan dengan cara 1) pustaka atau dokumentasi, dan 2)
pencatatan. Penganalisisan data dalam makalah ini dilakukan dengan teknik
analisis deskripsi dan analisis konten.
Hasil penelitaian ini pertama, rakyat jelata memahami demokrasi
secara sempit, sesuai kebutuhannya: a) demokrasi merupakan alat memperjuangkan
kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan, b)
demokrasi adalah intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat
bagus, sehingga demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan, c)
jika demokrasi tidak menguntungkan maka wajib ditinggalkan. Kedua,
pandangan demokrasi dikalangan pemimpin sebagai berikut a) demokrasi menurut
pemimpin adalah berkorban untuk kepentingan bersama, b) dalam demokrasi suara
terbanyak adalah pemenan, c) dari pandangan ini, masyarakat seharusnya rela dan
merelakan kepentingannya demi kepentingan bersama. Ketiga, hegemoni pemerintah kepada rakyat/masyarakat dilakukan
dengan cara/bernuansa law enforcemant.
Perangkat kerja yang digunakan oleh pranata negara (state) melalui
lembaga polisi. Keempat, hegemoni konlomerat kepada rakyat miskin, konglomerat
melakukan hegemoni kepada masyarakat kecil dengan menggunakan alat uang
(ekonomi) sebagi instrumennya. Kelima, hegemoni dengan cara kekerasan
dilakukan oleh konglomerat demi memertahankan ekonominya dengan jalan kekerasan
psikologis dan kekerasan fisik.
Kata kunci: drama,
monolog, pandangan dunia, hegemoni, demokrasi, sosiologi sastra.
A.
PENDAHULUAN
Karya sastra sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa
memiliki beragam bentuk. Salah satu bentuk karya sastra adalah drama. Drama
merupakan bentuk karya sastra lahir sejak zaman Yunani Kuno. Drama mula-mula
lahir dimulai dari peristiwa upacara-uacara yang berhubungan dengan pemujaan
nenek moyang terhadap Dewa-Deawa. Bentuk drama kala itu berwujud nyanyian yang
diiringi seruling( Husnan, 1988:147)
Dalam perkembangannya, drama modern merupakan jenis karya
sastra. Sebagai karya sastra, drama menitikberatkan pada tulisan bersifat script oriented. . Menurut
Aulia (tth:19-20) drama memiliki struktur yang jelas, yaitu tema, plot, stting,
dan tokoh.
Sebagai bagian dari karya sastra, drama merupakan hasil
ekspresi pengalaman, perasaan, dan berbagai peristiwa atau fenomena sosial yang
dialami pengarang. Keberadaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari
pengarangnya sebagai pencipta. Sebagai karya sastra yang mencerminkan kehidupan
masyarakatnya, makna drama dapat mencerminkan kehiduoan masyarakat di mana
drama itu diciptakan.( Supratno, 2016:9)
Penciptaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari
masyarakatnya. Pandangan ini merupakan pandangan yang dikemukakan oleh
Aristoteles (Supatno, 2016:9). Aristoteles menyatakan bahawa sastra merupakan
tiruan dari dunia nyata, namun sudah mengalami proses kreativitas pengarangnya,
sudah ditambah serta dikembangkan sesuai
imajinasi pengarangnya.
Di zaman modern berbagai jenis drama diciptakan pengarang
untuk menyampaikan pesan, kritik dan sindiran dunia nyata. Salah satu jenis
drama modern adalah drama monolog. Drama monolog merupakan drama yang
dimainnkan oleh satu pemain.
Putu Wijaya sebagai salah satu pengarang drama monolog,
melahirkan salah satu drama monolog yang diberi judul “Demokrasi”. Kisah monolog yang ditulis Putu Wijaya
tersebut merupakan kisah sindiran terhadap kondisi sosial ekonomi yang masih
relevan sampai saat ini.
Demokrasi
sesungguhnya merupakan penempatan warga negara sebagai pemegang kedaulatan.
Rakyat baik rakyat kaya maupun miskin memiliki hak yang sama di depan hukum, di
samping adanya jaminan pelindungan terhadap hak-hak minoritas serta adanya
pembatasan terhadap kewenangan pemerintahan. Harapan demikian itu seringkali banyak
melahirkan kekecewaan, manakala persoalan ketimpangan sosial masih saja terus berlangsung.
Tema-tema yang mencoba mengkritisi berbagai persoalan sosial tersebut
seringkali mencerminkan kehidupan ‘rakyat kecil’ di Indonesia yang merindukan kedamaian dan jaminan sosial yang berkeadilan.
Dalam pandangan Putu
Wijaya memang kisah di atas, sesungguhnya adalah ironi yang tak pernah habis,
karena pada masyarakat kecil kondisi sosial-ekonominya selalu berlangsung
secara statis, sementara sebagian masyarakat yang lain semakin menampakan
keserakahannya. Keadilan sebagaimana dambaan masyarakat bawah tersebut
sebenarnya bisa terwujud jika para pemilik modal melihat sisi kehidupan tidak
hanya sebatas keuntungan tetapi juga menimbang nurani kemanusian.
Di bagian akhir kisah “Demokrasi”, demokrasi pada akhirnya ditafsirkan oleh
masyarakat lemah sebagai sesuatu yang menjijikkan, yang justru melahirkan
ketimpangan, kesenjangan sosial serta penindasan terhadap hak-hak rakyat kecil.
Berdasarkan uraian
tersebut, naskah “Demokasi” mencerminkan fenomena sosial demokrasi di Indonesia
yang dapat dianalisis dari unsur pandangan dunia dan hegemoni. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk menulis dengan judul “Makna Demokrasi bagi Masyarakat dan Hegemoni dalam Drama “Demokrasi” Karya Putu Wijaya ( Suatu
Tinjauan Sosiologi Sastra)
B.
KAJIAN PUSTAKA
1.
Drama Monolog
Secara etimologi kata drama berasal dari bahasa Greek,
yaitu draomoi yang berarti ‘sesuatu yang telah diperbuat’—to act
atau to do ( Tarigan, 1984 dalam Restianti, 2009:17). Hal ini senada
dengan pandangan Husna (1988:148) bahwa drama berasal dari kata dramoi (bahasa
Yunanani) yang artinya “menirukan”. Drama dalam pandangan sastra merupakan
karangan yang dilakonkan. Dalam hal ini istilah drama bersifat script
oriented. Dengan demikian, istilah
drama berbeda dengan istilah teater. Istilah
teater mengacu pada pementasan
atau pertunjukan, sedangkan istilah
teater bersifat actor oriented.
Sehingga istilah drama oleh Barnhart yang dikutip Tarigan
dalam Restianti (2009:17) diartikan sebagai suatu karangan dalam prosa atau narasi atau juga puisi yang
menyajikan—dalam dialog atau pantomim—suatu cerita yang mengandung konflik atau
kontras seorang tokoh. Cerita tersebut
diperuntukkan untuk dipentaskan di atas panggung. Hampir senada dengan pendapat
tersebut, ahli lain, Webter (Restianti: 2009:18) menyatakan bahwa drama adalah
suatu karangan berbentuk prosa dan puisi
yang memuat kehidupan atau tokoh dengan bantuan dialog atau gerak dan
yang direncanakan bagi pertunjukan teater.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diuraikan
bahwa drama merupakan karya sastra tertulis, berbentuk verita narasi, dan puisi
yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh disajikan dalam bentuk
dialog dan direncanakan untuk dipentaskan. Istilah drama berbeda dengan istilah
teater.
Unsur-unsur penting dalam naskah drama antara lain: alur,
tokoh, tema, amanat, dialog, akting dan bloking. Dialog merupakan
percakapan antar dua tokoh. Dalam istilah percakapan tokoh terdapat pula
istilah monolog. Jika dialog didefinisikan percakapan dua tokoh, monolog adalah
percakapan satu tokoh atau dengan kata lain pembicaraan satu tokoh yang
dipentaskan.
Dalam perkembangannya istilah monolog menjadi istilah
naskah drama yang dimainkan oleh satu tokoh. Eko ( Makalah online)
mendefinisikan monolog adalah
salah satu piranti (tools) dalam lakon (naskah drama) yang digunakan
oleh penulis untuk menampilkan ekspresi karakter peran (http://www.whanidproject.com/sekilas-mengenai-monolog-monoplay-one-person-show-dan-sandiwara-tunggal/). Sedangkan wikipedia.com
mendefinisikan monolog sebagai suatu ilmu terapan yang mengajarkan tentang seni
peran di mana hanya dibutuhkan satu orang atau
dialog bisu untuk melakukan adegan / sketsa nya
(https://id.wikipedia.org/wiki/Monolog).
2.
Teori Pandangan Dunia
Teori pandangan
dunia (vision du monde) merupakn teori struktur makna yang dikemukakan
oleh Goldmann. Teori ini merupakan bagian dari strukturalisme genetik yang merupakan
teori di bawah naungan sosiologi sastra. Teori ini lahir disebabkan
ketidakpuasan Goldmann terhadap teori struktural yang hanya memandang sastra
dari unsur intrinsiknya saja. Goldmann berpendapat bahwa memahami karya sastra
adalah memahami perpaduan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik sehingga mampu
memahami sastra secara utuh. Setaiap karya sasta mempunyai struktur kemaknaan,
karena menurut Goldmann struktur kemaknaan itu merupakan struktur global yang
bermakna mewakili pandangan dunia (vision du monde) (Endaswara, 2011:57).
Atas dasar pemikiran yang demikian, Goldmann (Endaswara,
2011:57) menyatakan bahwa pandangan dunia itu merupakan bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas
kekolektifannya. Maka secara sahih pandangan dunia dapat mewakili kelas
sosialnya. Oleh karena itu karya sastra dapat dipahami dari mana asal
terjadinya, dari latar belakang sosial tertentu. Bagi goldmann karya
sastra hubungan genetik antara pencipta
dengan isi sastra, karenanya disebut strukturalisme genetik.
Melalui pandangan dunia menurut Goldmann dalam
(Endaswara, 2011:58) bukan tidak mungkin karya sastra mengandung nilai otentik.
Nilai otentik adalah nilai yang tedapat dalam karya sastra.Nilai otentik bisa
jadi bernilai positif dan negatif. Nilai positif akan memiliki implikasi
pandangan dunia yang positif, sedang nilai negatif juga akan berimplikasi pada
pandangan dunia yang negatif. Pandangan dunia yang demikian identik dengan
wawasan filosofi fatalistik.
Untuk sampai pada pandangan dunia ( wold view), menurut Goldmann
penelitian sastra tidak hanya sampai pada analisis isi tetapi juga analisis
struktural karya sastra.
3.
Teori Hegemoni
Hegemoni berasal dari istilah
Yunani, hegeisthai, yang berarti “memimpin”. Teori hegemoni dipengaruhi pandangan dua tokoh sosial teori
yaitu Antonio Gramsci dan Karl Max. Teori hegemoni
sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi tradisi Marxis. Menurut Saptono (Makalah online) pengertian semacam itu sudah dikenal oleh
orang Marxis lain sebelum Gramci, seperti;
Karl Marx, Sigmund
Freud, Sigmund Simmel (www.isi-dps.ac.id/berita/teori-hegemoni-sebuah-teori-kebudayaan-kontemporer/). Pada bagian ini akan dikupas pandangan
kedua tokoh dalam bentuk ringkas.
a. Teori Hegemoni Karl Max
Karl
Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkai
keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Ayahnya adalah dari pendeta Yahudi (rabbi).Tetapi,
karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx
masih sangat muda.Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat dari
Universitas Berlin, universitas yang sangat di pengaruhi oleh Hegel dan guru -
guru muda penganut filsafat Hegel. Gelar doktor Marx didapat dari kajian
filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya
yang muncul kemudian (http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-karl-max.html).
Teori
kekuasaan ala Karl Marx itu identik dengan ideologi yang melegitimasi kelas
penguasa di tengah masyarakat. Dalam batasan-batasan lain, hubungan itu
dibingkai dalam konteks sistem ekonomi dan dibaca sebagai kapitalisme.(http://gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/2011/09/teori-hegemoni.html).
Negara
diperlakukan Marx sebagai institusi
sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai
produk kapitalistik, Negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin
kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas
bawah (Kamil, 2002:125).
Senada
dengan hal di atas, Subono (2003)
mengemukakan bahwa
teori kekuasaan Karl Marx melihat konsep
kekuasaan dalam kerangka hubungan yang mutlak antara kelas-kelas yang
mendominasi dan yang didominasi dalam masyarakat—antara yang menekan (oppressor)
dan yang tertekan (oppressed), antara yang menyisihkan (alienating) dan
yang tersisihkan (alienated). Kekuasaan, menurut versi Marxisme adalah
kekuasaan yang dibutuhkan oleh kelas sosial (kelas penguasa) untuk mereproduksi
model produksinya yang dominan kekuasaan untuk mengeksploitasi kelas yang
dikuasai.
Batasan
di atas memilah hubungan dua kelas di tengah masyarakat, yakni kelas penguasa
yang menguasai kelas yang dikuasai dalam mereproduksi model produksi yang
dominan. Dalam teks lain, kekuasaan itu disebut juga sebagai ideologi Karl Marx.
Sedangkan
menurut Prof. Dr.Haris Supratno dalam
perkuliahan Filologi
pada Kelas A
S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Unitomo
Surabaya tanggal 8 April 2017 menjelaskan konsep Karl Marx sebagai berikut:
a) Memandang negara sebagai alat represif
bagi kelompok penguasa,
b) Kekerasan satu-satunya cara mempertahankan
dominasi kekuatan ,
c) Ekonomi adalah alat pembelaan dan
konflik dalam masyarakat.
b. Teori Hegemoni Gramsci
Menurut_Saptono_(download.isidps.ac.id/download/category/13?download=163) teori hegemoni merupakan sebuah teori
politik paling penting abad XX. Teori ini dikemukakan oleh Antonio Gramci
(1891-1937). Antonio Gramci dapat dipandang sebagai pemikir politik terpenting
setelah Marx. Gagasanya yang cemerlang tentang hegemoni,yang banyak dipengeruhi
oleh filsafat hokum Hegel, dianggap merupakan landasan paradigma alternatif
terhadap teori Marxis tradisional mengenai paradigma base-superstructure (basis-suprastruktur). Teori-teorinya muncul
sebagai kritik dan alternatif bagi pendekatan dan teori perubahan sosial
sebelumnya yang didominasi oleh determinisme kelas dan ekonomi Marxisme
tradisional.
Menurut
Wukipidia (http://id.wikipedia.org/wiki/Antonio_Gramsci)
Antonio Gramscilahir di Ales,
Italia,
22 Januari1891,
meninggal 27 April1937
pada umur 46 tahun) adalah filsuf Italia,
penulis, dan teoritikus politik.
Anggota pendiri dan pernah menjadi pemimpin Partai Komunis Italia,
Gramsci sempat menjalani pemenjaraan pada masa berkuasanya rezim Fasis
Benito Mussolini.Tulisan-tulisannya
menitikberatkan pada analisa budaya dan kepemimpinan politik. Ia dianggap
sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam tradisi pemikiran Marxis.
Ia juga dikenal sebagai penemu konsep hegemoni budaya
sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara dalam sebuah masyarakat kapitalisme.
Gramsci dipandang banyak pihak sebagai pemikir Marxis
paling penting di abad ke-20, khususnya sebagai pemikir kunci dalam
perkembangan Marxisme Barat.Ia menulis lebih dari 30 buku catatan dan 3000 halaman
sejarah dan analisa selama di penjara. Tulisan-tulisan
ini, yang kemudian dikenal luas sebagai Buku Catatan Penjara (Prison Notebooks),
berisi penelusuran Gramsci terhadap sejarah dan nasionalisme Italia,
selain pemikiran mengenai teori Marxis, teori kritis
dan teori pendidikan
yang berkaitan dengan dirinya, seperti:
c)
Pemisahan
antara masyarakat politis (polisi, tentara, sistem legal, dsb) yang mendominasi
secara langsung dan koersif, dan masyarakat sipil
(keluarga, sistem pendidikan, serikat perdagangan, dsb) dimana kepemimpinan
dikonstitusionalisasi_melalui-ideologi (http://id.wikipedia.org/wiki/AntonioGramsci).
Sedangkan
Faruk (2003:68) pemikiran Gramsci tentang hegemoni didasarkan atas asumsi bahwa
supremasi suatu kelompok social menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu
sebagai ‘dominasi’ dan sebagai ‘kepemimpinan moral’, intelektual”. Lebih lanjut
Faruk (2003:68) menjelaskan bahwa suatu kelompok atau pemerintah menjadi dominan apabila menjalankan
kekuasaan, tetapi bahkan jika ia sudah memegang dominasi itu, ia harus
meneruskan kepemimpinannya. Kepemimpinan moral merupakan kepemimpinan yang dicapai lewat persetujuan yang aktif
kelompok-kelompok utama dalam suatu masyarakat.
Sedangakan
menurut Prof. Dr. Haris Supratno dalam
perkuliahan Filologi pada Kelas A
S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Unitomo
Surabaya tanggal 8 April 2017 menjelaskan konsep Hegemoni Gramsci sebagai berikut:
a. Hegemoni merupakan alat represif
b. Mengabdi kepada kelompok masyarakat
c. Kepemimpinan moral
d. Meminimkan resistensi penanaman ideology
e. Meninggalkan kekerasan
f. Ekomoni sebagai alat mempertahankan
hegemoni.
C.
METODE PENELITIAN
Pada makalah ini dibahas sumber data, jenis data, dan
teknik analisis data. Sebelum hal-hal di
atas dijelaskan, perlu kiranya disampaikan bahwa metode penelitian dalam
makalah ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif
Objek penelitian ini adalah naskah drama berjudul “
Demokrasi” karya Putu Wijaya. Sehingga
data penelitain ini berupa kata, kalimat yang terdapat dalam naskah drama
tersebut. Data penelitaian ini merupakan mencakup 1) Makna bagi Masyarakat
Demokrasi, dan 2) Hegemoni yang terdapat dalam
naskah drama “Demokrasi” karya Putu Wijaya. Data makna demokrasi bagi bagi masyarakat meliputi: 1)
Rakyat jelata memahami demokrasi secara sempit, 2) demokrasi dikalangan pemimpin, 3) demokrasi
dikalangan konglomerat. Sedangkan data tentang hegemoni meliputi : 1) Hegemoni Pemerintah kepada Rakyat/Masyarakat, 2)
hegemoni konlomerat kepada rakyat miskin, dan 3) hegemoni dengan cara kekerasan.
Metode pengumpulan
data dalam makalah ini dilakukan dengan cara 1) pustaka atau dokumentasi, dan
2) pencatatan. Metode
pustaka/dokumentasi yaitu metode
pengumpulan data berupa dokumen hasil membaca naskah drama “Demokrasi”
jarya putu Wijaya. Sedangkan metode pencatatan adalah metode pengumpulan data
dengan alat bantu kertas dan pencil yang dipakai sebagai alat mencatat
hasil membaca naskah drama “Demokrasi”
karya Putu Wijaya.
Setelah data terkumpul, maka data dianalisis.
Penganalisisan data dalam makalah ini dilakukan dengan teknik analisis
deskripsi dan analisis konten. Model analisis
kualitatif menurut Bungin (2005:141) lebih banyak menggunakan pendekatan logika
induktif. Artinya analisis dimulai dari fakta-fakta khusus dan simpulkan dalam
bemtuk pernyataan umum.Mengapa demikian sebab menganalisis fenomena sosial termasuk di dalamnya
bahasa, lebih banya menguraikan subjek manusia yang umumnya berubah-ubah dan
tidak taat asas, memiliki subjektivitas individu, memiliki emosi dan sebaginya.
Model
tahap analisi induktif ini dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan fenomena bahasa,
melakukan identivfikasi, revisi-revisi, dan pengecekan pada data.
b. Melakukan katagorisasi informasi.
c. Menelusuri dan menjelaskan katagori.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan katagiri.
e. Menarik sismpulan umum.
f. Membangun atau menjelaskan teori (
Bungin, 2005:144).
Sedangkan analisis konten adalah analisis yang lebih
menekankan kepada makna kata dan kalimat. Metode ini sering disebut sebagai
metode deskripsi verifikatif. Bungin (2005:147)
menyatakan bahwa strategi ini dimulai dari pemgumpulan data lapangan
sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan peran teori, walaupun bukan berarti
teori itu tidak penting. Strategi
ini banyak terlihat pada penelitian-penelitian analisi isi, analisis wacana,
analisis wacana kritis, analisi semiotic, analisis konstruksi social mediamassa
dan sebagainya.
Adapun prosedur yang digunakan dalam analisis data
sebagai berikut: 1) reduksi data, 2)
menyusun data dalam satuan, 3) mengkatagorikan data, 4) mengkode data,
5) mengadakan pemeriksaan keabsahan data, dan 6) membuat penafsiran data dengan
membuat simpulan.
D.
HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH
Dalam makalah ini, naskah drama “Demokrasi” dianalisis
menggunakan dua teori yaitu teori Pandangan Dunia dan teori Hegemoni. Dalam analisis menggunakan
teori hegemoni, penulis menganalisis naskah drama Demokrasi dengan teori
Hegemoni Karl Max dan Hegemoni Gramsci.
Analisis ini menghasilkan temuan pandangan masyarakat
tentang demokrasi, hegemoni penguahasa terhadap masyarakat ekonomi lemah, serta
hegemoni pemerintah kepada rakyatnya. Selain itu ditemukan pula cara-cara
penguasa dan konglomerat menghegemoni masyarakat kecil. Temuan-temuan tersebut
dibahas sebagaimana penjelasan berikut.
1.
Demokrasi dalam Pandangan Masyarakat Kecil
Kata “Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang
berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga demokrasi
dapat diartkan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada
intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu
kebenaran (Jailani,2015:134).
Dalam naskah drama “Demokrasi” karya Putu Wijaya,
masyarakat memandang demokrasi dari berbagai sudut. Salah satu sudut yang
dipahami masyarakat antara lain : 1) demokrasi merupakan alat memperjuangkan
kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan, 2) demokrasi
adalah intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat bagus, sehingga
demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan, 3) jika demokrasi
tidak menguntungkan maka wajib ditinggalkan.
Menurut pandangan masyarakat kecil, demokrasi merupakan
alat memperjuangkan kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah
seorang pahlawan. Pandangan semacam itu terlihat dari penggalan naskah drama
sebagai berikut.
(1) Saya mencintai demokrasi. Tapi karena saya
rakyat kecil, saya tidak kelihatan sebagai pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya
tak pernah masuk Koran. Potret saya tak jadi tontonan orang. Saya hanya
berjuang dilingkungan RT gang Gugus Depan (Putu Wijaya, P-3).
(2) Di RT yang saya pimpin itu, seluruh warga pro demokrasi. Dengan
beringas mereka akan berkoar kalau ada yang anti pada demokrasi. Dengan gampang
saya bisa mengarahkan mereka untuk maju demi mempertahankan demokrasi. Semua
kompak kalau sudah membela demokrasi
(Putu Wijaya,P-4).
Berdasarkan data (1) diperoleh informasi bahwa
tokoh Saya merupakan representasi masyarakat kecil. Hal tersebut terlihat dari
penggunaan kontruksi Tapi karena saya rakyat kecil. Pengertian
masyarakat kecil sering disamakan dengan kelompok masyarakat yang secara
ekonomi berpenghasilan rendah, hal itu terlihat dari pengahsilan serta keadaan
rumahnya. Dilihat dari kondisi rumah biasanya mereka tinggal di rumah yang
sempit dengan fasilitas yang serba minimalis.
Kelompok masyarakat sebagai mana data (1)
merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kepatuhan terhadap aturan
kenegaraan cukup baik. Hal tersebut dilihat dari penggunaan kontruksi Saya mencintai demokrasi. Dalam pandangan mereka
demokrasi adalah intrumen yang dapat digunakan sebagai alat perjuangan.
Orang yang mau berdemokrasi adalah
pahlawan bagi masyarakat. Selain itu mereka yang mau berjuang dalam demokrasi
bisa menjadi orang besar dan terkenal. Pandangan yang demikian terlihat dari
penggunaan kontruksi saya tidak kelihatan sebagai
pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk Koran. Potret saya tak
jadi tontonan orang.
Berdasarkan data (2), masyarakat yang mencitai
demokrasi adalah masyarakat yang berani berkorban membela demokrasi tersebut.
Bentuk pengorbanan membela demokrasi adalah melawan orang-orang yang anti
demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyaan yang berbinyi Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada yang anti pada
demokrasi.
Demokrasi merupakan intrumen pemerintah yang masih
multi tafsir. Masyarakat memandang demokrasi masih merupakan hal yang penafsirannya menimbulkan perdebatan. Hal
tersebut terlihat dari data (3) kutipan berikut.
(3) Saya kira itu sudah cukup. Saya sendiri tidak
mampu menerangkan apa arti demokrasi. Saya tidak terlatih untuk menjadi juru
penerang. Saya khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan
disalahgunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir yang dapat menjadikannya kemudian bertolak
belakang. Atau mungkin, karena saya sendiri tidak benar-benar tahu apa arti
kata demokrasi (Putu Wijaya, P-15).
Data (3) merupakan kutipan naskah Demokrasi karya
Putu Wijaya pada percakapan nomor 15 yang dalam kode data tertulis (P-15). Data
tersebut memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa demokrasi bagi masyarakat
kecil adalah sebuah intrumen yang masih menimbulkan perdebatan. Hal tersebut
dapat dilihat dari kontruksi yang berbinyi Saya
khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan disalahgunakan.
Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir
yang dapat menjadikannya kemudian bertolak belakang.
Demokrasi adalah intrumen pemerintahan dan tatanan
masyarakat yang sangat bagus, sehingga demokrasi wajib dipertahankan dengan
berbagai pengorbanan. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan data (4).
(4) “Pokoknya demokrasi itu bagus. Sesuatu yang
layak diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Sesuatu yang memerlukan
pengorbanan besar. Sesuatu yang menunjang suksesnya pembagunan menuju
kemasyarakat yang adil dan makmur. “Kata mereka (Putu
Wijaya, P-14)
Data (4) memberi informasi bahwa masyarakat kecil
memandang demokrasi sebagai sesuatu yang cukup bagus, sesuatu yang layak
diperjuangkan, sesuatu yang memerlukan pengorbanan besar. Selain itu masyarakat
memandang demokrasi sebagai intrumen yang bisa menjadikan masyarakat yang adil
dan makmur.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lawata. Menurut
Lawata (2011) salah satu prinsip demokrasi, prinsip penerapan keadilan dalam dinamika kehidupan politik. Keadilan merupakan nilai
substansial dalam nyali kehidupan politik, sedangkan demokrasi merupakan suatu
sistem yang representatif untuk merealisasikan keadilan itu. Kesempatan yang
sama diberikan kepada setiap warga negara dalam berbagai bidang tanpa
diskriminasi apa pun. Partisipasi rakyat sangat luas dalam sistem ini dan
kontrol rakyat akan melahirkan pemerintahan dengan akuntabilitas politik yang tinggi.
Dengan demikian
demokrasi merupakan instrumen yang dapat digunankan untuk mencai kemakmuran dan
keadilan sosial. Hal tersebut juga terlihat pada data (4) pada kontruksi Sesuatu yang
menunjang suksesnya pembagunan menuju kemasyarakat yang adil dan makmur.
Rakyat kecil membeci dan meninggalkan demokrasi,
sebab demikrasi merugikan kepentingan mereka. Dalam naskah “Demokrasi”, rakyat
merasa ditipu oleh tokoh ketua RT yang memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan
pribadi ketua RT tersebut. Dalam naskah tersebut, disampaikan bahwa ketua Rt
disuruh mewakili masyarakat untuk mengahadap direktur perusahaan yang telah
melakukan pembangunan jalan tanpa bermusyawarah dengan masyarakat pemilik
lahan.
Setelah dilakukan negoisasi dengan direktur, ketua
RT tersebut memperoleh bayaran sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta
rupiah). Karena ia mendapat uang dua puluh lima juata, maka ketua RT memberi
penjelajan kepada masyarakatnya sebagaimana kutipan pada data (5)
(5) Saudara-saudara warga semuanya yang saya
cintai. Memang berat kehilangan 2 meter
dari milik kita yang sedikit. Berat sekali, bahkan terlalu berat. Tetapi itu
lebih baik daripada kita kehilangan nyawa. Lagi pula semua itu untuk
kepentingan bersama. Kita semua mendukung demorasi dan sudah bertekad untuk mengorbankan
apa saja demi tegaknya demokrasi. Di dalam demokrasi suara terbanyak yang harus
menang. Maka sebagai pembela demokrasi, kita tidak boleh donkol karena kalah.
Itu konsekuensinya mencintai demokrasi. Demi demokrasi kita harus merelakan 2
meter untuk pembuatan jalan yang menunjang pembangunan ini. Demi masa depan
kita yang lebih baik (Putu
Wijaya,P-78).
Kemudian masyarakat merespon penjelasan ketua RT
tesebut sebagaimana kutipan data (6), (7), (8), dan (9) berikut ini.
(6) “Kalau memang demokrasi itu tidak melindungi
kepentingan rakyat kecil, aku berhenti menyokong demokrasi. Sekarang aku
menentang demokrasi (Putu Wijaya, P-83).
(7) TERDENGAR SUARA SORAK DAN YEL-YEL YANG TIDAK
JELAS (Putu Wijaya, P-84)
(8) SEPERTI ADA KERIBUTAN. LALU SUARA TEMBAKAN.
BARU SEPI KEMBALI(Putu Wijaya, P-85).
(9) Sejak itu semunya benci pada demokrasi. Sejak
hari itu, warga RT Gugus Depan yang saya pimpin kompak menolak demokrasi. Hanya
tinggal saya sendiri, yang tetap berdiri disini (Putu Wijaya,P-86).
Berdasarkan data (6) dan (9), masyarakat yang pada awalnya mendukung demokrasi,
sekarang berbalik menolak demokrasi. Hal ini disebabkan masyarakat merasa tidak
mendapat keuntungan dari intrumen yang disebut demokrasi tersebut. Masyarakat,
menurut data tersebut justru mendapat kerugian karena demokrasi menurut
pandangan mereka tidak melindungi kepentingan masyarakat. Padahal menurut
pendapat Lawata (2011) demokrasi yang menerapkan prinsip ketujuh, prinsip pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan perencanaan sosial-budaya. Implementasi demokrasi dalam suatu
negara, bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan suatu warga negara. Prinsip ini sangat menentukan bagi penerapan
kehidupan demokrasi, karena pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat dan pengembangan
sosial budaya adalah nilai-nilai azasi dalam demokratisasi politik. Demokrasi
ekonomi berimplikasi terhadap perwujudan keadilan sosial, keadilan sosial
menuntut kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat yang menghendaki perwujudan
cita-citanya: freedom from want, yakni bebas dari kesengsaraan
hidup.
2.
Demokrasi dalam Pandangan Pemimpin
Kamus Besar Bahasa Indonesia offline V1.1 memberi pengertian pemimpin sebagai orang yang
memimpin. Pemimpin dalam bahasa Indonesia mengacu kepada kata ketua, kepala,
raja, dan ratu. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan
peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan
berbagai cara.
Menurut pendapat Suratman (2014) pemimpin yang sesungguhnya adalah
pemimpin yang mampu menjalankan fungsi dan perannya secara benar: sebagai
pengatur. Dalam hal ini menurut Suratman (2014), Ki Hajar Dewantara setidaknya pernah
mengajarkan sekaligus menjawab permasalahan ini. Pada konsepnya yang paling
terkenal, seorang pemimpin adalah: Ing
ngarso sung tuladha (di
depan sebagai contoh), ing madya mangun karso (di tengah memberi semangat),
tut wuri handayani (di
belakang memberi dorongan).
Pandangan yang demikian dalam
naskah “Demokrasi” terlihat dari penggalan data (5) berikut ini.
(5) Saudara-saudara warga semuanya yang saya
cintai. Memang berat kehilangan 2 meter dari milik kita yang sedikit. Berat
sekali, bahkan terlalu berat. Tetapi itu lebih baik daripada kita kehilangan
nyawa. Lagi pula semua itu untuk kepentingan bersama. Kita semua mendukung demorasi
dan sudah bertekad untuk mengorbankan apa saja demi tegaknya demokrasi. Di
dalam demokrasi suara terbanyak yang harus menang. Maka sebagai pembela
demokrasi, kita tidak boleh donkol karena kalah. Itu konsekuensinya mencintai
demokrasi. Demi demokrasi kita harus merelakan 2 meter untuk pembuatan jalan
yang menunjang pembangunan ini. Demi masa depan kita yang lebih baik (Putu Wijaya,P-78).
Data (5) tersebut merupakan penjelasan ketua RT gang
Gugus Depan. Penggalan tersebut menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mampu mengarahkan orang yang dipimpin. Dalam hal ini Ketua RT
Gang Gugus Depan berusaha memberi penjelasan kepada warganya tentang makna
demokrasi bagi warga Gang Gugus Depan. Menurut ketua RT Gang Gugus Gepan
demokrasi adalah berkorban untuk kepentingan bersama, dalam demokrasi suara
terbanyak adalah pemenang.
Dengan demikian, demokrasi menurut pemimpin adalah
berkorban untuk kepentingan bersama, dalam demokrasi suara terbanyak adalah
pemenang. Dari pandangan ini, masyarakat seharusnya rela dan merelakan
kepentingannya demi kepentingan bersama.
3.
Hegemoni Pemerintah kepada Rakyat/Masyarakat
Melalui konsep hegemoni, Gramsci beragumentasi
bahwa kekuasaan agar dapat abadi dan
langgeng membutuhkan paling tidak dua perangkat kerja. Pertama,
adalah perangkat kerja yang mampu
melakukan tindak kekerasan yang bersifat memaksa atau dengan kata
lain kekuasaan membutuhkan
perangkat kerja yang
bernuansa law enforcemant.
Perangkat kerja yang pertama ini biasanya dilakukan oleh pranata negara
(state) melalui lembaga-lembaga seperti
hukum, militer, polisi
dan bahkan penjara ( Saptono, 2010 ).
Sedangkan menurut Karl Max negara
diperlakukan sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem
ekonomi kapitalistik. Sebagai produk kapitalistik, Negara merupakan alat kelas
atas untuk menjamin kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya
penindasan kepada kelas bawah (Kamil, 2002:125).
Dalam naskah Drama “Demokrasi”, kondisi hegemini
yang demikian tercermin pada data (10),
(11), (12), data (13).
(10)
“Tapi ini
sudah merupakan keputusan bersama,” kata petugas tersebut (Putu Wijaya, P-22).
(11)
Kami makin
tercengang saja. Bagaimana mungkin membuat keputusan bersama tentang kami,
tanpa rembukan dengan kami. Seperti raja Nero saja (Putu Wijaya, P-23).
(12)
“Soalnya masyarakat disebelah sana,” lanjut petugas itu sambil menunjuk ke
kampong disebelah,” mereka semua adalah karyawan yang aktif pabrik tekstil.
Semua memerlukan jalan tembus yang bisa dilalui oleh kendaraan. Dengan
difungsikannya gang Gugus Depan ini menjadi jalan yang tembus kendaraan
bermotor, mobilitas warga yang hendak masuk pekerjaan atau pulang akan lebih
cepat. Itu berarti efisiensi dan efektifitas kerja.
Mikrolet dan bajaj akan bisa masuk. Itu akan merupakan sumbangan pada
pembangunan. Dan pembangunan itu akan dinikmati juga oleh kampong disebelahnya,
karena sudah diperhitungkan masak-masak.”(Putu Wijaya, P-24)
Data (10) merupakan pembicaraan petugas yang ditujukan kepada
masyarakat Gang Gugus Depan. Diceritakan bahwa akan dilakukan pembangunan
pelebaran jalan. Tanah warga Gang Gugus Depan terkena pelebaran jalan tersebut
selebar dua meter. Masyarakat Gang Gugus Depan tidak pernah diberi informasi
dan tidak pernah diajak berdiskusi tentang pembangunan itu. Maka hari itu
datanglah petugas yang bertugas melalukan negoisasi kepada warga. Kata petugas
dalam naskah ini dapat ditafsirkan sebagai aparat keamanan. Hal ini terlihat
dari penggalan data (13) berikut ini.
(13)
Kami
menunggu dengan deg-degan. Waktu itu sebuah mobil colt datang. Sekitar sepuluh
orang laki-laki meloncat turun dengan memakai pakaian seragam (Putu Wijaya, P-43)
Sedangkan data (11) dan (12) adalah upaya petugas memberi
penjelasan kepada warga Gang Gugus Depan agar mau merelakan tanahnya demi
pembangunan jalan menuju pabrik tekstil. Para pekerja di pabrik tersebut
membutuhkan jalan tembus agar mereka dapat keluar masuk pabrik lebih cepat
sehingga pekerjaan mereka lebih efektif. Di sisi lain saat pembengunan sudah
berjalan warga belum pernah diajak berunding dan belum ada kesepakatan.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini yang
bertangung jawab atas pembangunan jalan tersebut menggunakan hegemoni bernuansa law enforcemant.
Perangkat kerja yang digunakan oleh
pranata negara (state) melalui lembaga polisi—yang
dalam naskah tersebut disebut sebagai petugas.
4.
Hegemoni Konglomerat kepada Rakyat Miskin
Kamus Besar Bahasa Indonesia offline versi V1.1
mejelaskan konglomerat sebagai pengusaha besar yang mempunyai banyak perusahaan
atau anak perusahaan; 2) perusahaan besar yang beranggotakan berbagai macam
perusahaan dan bergerak dalam bidang usaha yang bermacam-macam. Konglomerat
adalah pemilik modal yang besar.
Berdasarkan
pandangan Marx (Kamil, 2002)
sumber keterasingan masyarakat adalah sistem
ekonomi yang berlaku yang mendorong dan
mensahkan adanya penghisapan manusia. Sebab itu, ia mengkritik
habis-habisan sistem ekonomi kapitalisme yang berlaku saat itu dan juga
sekarang. Kapitalisme, sebagaimana yang dirumuskan Werner Sombart dan diperkuat
Wallerstein, adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai peranan modal,
yang di dalam pandangan ekonominya didominasi oleh tiga gagasan, yaitu: usaha
untuk memperoleh dan memiliki, persaingan, dan rasionalitas (nilai efisiensi
kerja). Dalam sistem ini akumulasi modal (keuntungan) yang tanpa akhir telah
menjadi tujuan dan menguasai hukum ekonomi. Dari sinilah, sistem ini
mensyaratkan faktor individualisme yang menuntut kebebasan yang leluasa dan dengan free
fight competition-nya menempatkan negara hanya sebagai “penjaga malam” saja
(dilarang ikut campur).
Berdasarkan pandangan Max tersebut pemilik modal/
konglomerat berusaha mempertahankan modalnya, dan mempertahankan kepentingannya dengan berbagai cara. Sedangkan
menurut pandangan Saptono (2010) konsep hegemoni
terkait dengan tiga bidang, yaitu ekonomi (economic), negara (state), dan
rakyat (civil society). Ruang ekonomi menjadi fundamental.
Dalam naskah “Demokrasi”, hegemoni konglomerat kepada
rakyat miskin tergambar dalam penggalan
data (14), (15), dan (15) berikut ini.
(14)
Saya
gemetar. Saya tak menanyakan lagi berapa isi amplop itu. Untuk apa 25 juta itu.
Saya tidak perlu lagi menanyakannya. Saya hanya menerimanya, lalu menyambut
uluaean tangannya. Lantas terbirit-birit pulang. Takut kalau amplop itu ditarik
lagi. Saya ambil jalan belakang, sehingga tak seorang warga pun tahu saya
barusan datang dari rumah direktur. Saya kumpulkan keluarga saya dan jelaskan kepada mereka. Bahwa sejak
hari itu hidup kami akan berubah. Doa kita sudah di kabulkan ( Putu Wijaya,P-75).
(15)
MELEPASKAN
KEMBALI AMPLOP. AMPLOP BESAR NAIK KENBALI, MELAYANG DIATAS KEPALANYA (Putu Wijaya, P-76).
(16) Esok harinya ketika para
warga gang Gugus Depan kembali mendatangi saya untuk mendengarkan hasil
rembukan saya dengan Pak Direktur untuk selanjutnya menetapkan tindakan apa
selanjutnya yang harus dilakukan, saya memberi wejangan (Putu Wijaya, P-77).
Tokoh saya dalam penggalan data (14) adalah seorang ketua
RT Gang gugus Depan yang mendapat amanah dari warganya untuk melakukan
perundingan atas terbongkarnya rumah mereka yang dilakukan oleh
konglomerat pemiliki pabrik tekstil.
Pembangunan itu belum mendapat pesetujuan warga. Warga juga belum mendapat uang
ganti rugi.
Pada saat ia berunding dengan konglomerat tersebut, Ketua
RT Gang gugus Depan mendapat uang sebesar Rp 25.000.00,- (dua puluh lima juta
rupiah). Setelah ia mendapat uang tersebut ia tidak lagi melanjutkan
perundingan, ia diam bahkan tidak menanyakan untuk apa uang tersebut. Dalam
pandangan ketua RT tersebut uang itu adalah uangnya yang dapat digunakan untuk
merubah nasib hidupnya.
Setelah ia mendapat uang, ketua RT tersebut menjadi lunak
dan mendukung pembangunan jalan yang semula ia tentang bersama warga yang lain.
Penggalan data (14), (15),dan (16) tersebut merupan cara
konglomerat melakukan hegemoni kepada masyarakat kecil dengan menggunakan alat
uang (ekonomi) sebagi instrumennya.
5.
Hegemoni dengan Cara Kekerasan
Kamus Besar Bahasa Indonesia offline versi V1.1
menjelaskan kekerasan sebagai perihal (yang bersifat, berciri) keras; perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain
atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; paksaan.
Para ahli menjelaskan sebagai suatu bentuk tindakan yang
dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perorangan atau sekelompok orang
dan dapat mengakibatkan penderitaan terhadap orang lain secara fisik maupun
ketegangan psikologis atau kejiwaan. Kekerasan ini di dalamnya termasuk ancaman
tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang,
dapat terjadi secara sembunyi- sembunyi atau di depan umum maupun dalam
kehidupan pribadi (Sarwidi, 2013)
Bentuk kekerasan seperti
yang disebutkan di atas dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama
kekerasan psikologis, kekerasan psikologis meliputi
perilaku yang ditujukan untuk melecehkan, mengintimidasi dan menganiaya berupa
ancama atau menyalahgunakan wewenang, mengawasi, mengambil hak orang lain,
merusak benda-benda, mengisolasi, agresi verbal dan penghinaan konstan. Tindakan
ini dapat mengakibatkan orang lain atau kelompok menderita fisik, mental,
spiritual, moral dan pertumbuhan
soaial (Sarwidi, 2013).
Kedua, kekerasan fisik, kekerasan fisik adalah setiap
tindakan yang mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan kerusakan atau sakit
fisik seperti menampar, memukul, memutar lengan, menusuk, mencekik, membakar,
menendang, ancaman dengan benda atau senjata, dan pembunuhan. Kekerasan fisik
dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit, luka, kehilangan fungsi biologis,
cedera, patah tulang, nyeri pinggul kronis, sakit kepala, keguguran, cacat
fisik, bahkan bunuh diri (Sarwidi, 2013).
Sementara itu menurut pandangan Max (Kamil, 2002:125)
negara pun diperlakukan Marx sebagai institusi sosial yang mengabdi pada
kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai
produk kapitalistik, negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin
kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas
bawah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas hegemoni pun dapat
dilakukan dengan cara kekerasan baik itu kekerasan psikis maupun kekerasan
fisik. Hegemoni menggunakan kekerasan psikis dan fisik dalam naskah drama
“Demokrasi” tergambar pada kutipan data dibawah ini. Data (17) dan (18)
merupakan data hegemoni dengan cara kekerasan psikis, sedangkan data (19), (20),
(21), (22),(23), (24) dan (25) merupakan hegemoni konglomerat terhadap
masyarakat kecil yang dilakukan dengan cara kekerasan fisik.
Data
kekerasan psikologis
(17)
Tak lama kemudian, sejumlah warga dari kiri kanan kami datang. Mereka menghimbau agar kami mengerti persoalan mereka. Mereka mengatakan
dengan sedikit pengorbanan itu, ratusan kepala keluarga dari kiri kanan kami
akan terlolong. Mereka menggambarkannya sebagai perbuatan yang mulia. Setelah
menghimbau mereka mengingatkan sekali lagi, betapa pentingnya pelebaran jalan
itu. Setelah itu mereka mengisyaratkan betapa tak monolgnya kalau kami tidak
menyetujui usul itu. Dan setelah itu mereka mewantu-wanti, kalau tidak bisa
dikatakan mengancam(Putu Wijaya, P-26).
(18)
Kalau
saudara-saudara menghambat , menghalang-halangi atau berbuat yang tidak-tidak sehingga
pelebaran jalan itu tak dilaksanakan, sesuatu yang buruk akan terjadi (Putu Wijaya, P-28).
Sedangkan data (17) dan (18) adalah upaya petugas
mengancam warga Gang Gugus Depan agar mau merelakan tanahnya demi pembangunan
jalan menuju pabrik tekstil. Ancaman tersebut terliahat pada penggunaan
kontruksi Dan setelah itu mereka mewantu-wanti,
kalau tidak bisa dikatakan mengancam
(17) dan sesuatu
yang buruk akan terjadi.
Data
kekerasan fisik
(19)
Berbuat
yang tidak-tidak apa? Tidak-tidak apa? Kami terjepit diantara kepentingan orang
banyak. Belum lagi kami sempat bikin rapat untuk melakukan perundingan
,pelebaran jalan itu sudah dilaksanakan (Putu Wijaya, P-30).
(20)
TERDENGAR
SUARA MESIN MENGERAM (Putu Wijaya, P-31).
(21)
Tanpa minta
ijin lagi, sebuah bulldozer muncul dan menggaruk dua meter wilayah RT kami.
Warga kami panic. Jangan!Jangan! Ini tanah kami. Sejak nenek-moyang kami ada
disini. Dulu kakek-kakek kami tanahnya lebar,tiap orang punya tegalan dan dua
taiga rumah,tapi semua itu sudah dibagi-bagi anak cucu,ada yang sudah dijual.
Tapi ini tanah warisan(Putu Wijaya, P-32).
(22)
Buldozer
iu tidak peduli. Mereka terus juang menggaruk. Jangan pak!Jangan! Kalau Bapak
ambil dua meter rumah kami tinggal kandang ayam. Kami tidak mau kampung kami
dijadikan jalan. Nanti kemana anak-anak kami akan berteduh?(Putu Wijaya, P-33)
(23)
Jangan-jangan
pak kami belum selesai berunding !Kami tidak pernah bilang setuju!Diganti
berapapun kami tidak akan mau. Ini harta kami satu-satunya sekarang!(Putu Wijaya, P-34)
(24)
Jangan
pak!(Putu Wijaya, P-35)
(25)
bulldozer
itu terus juga menyeruduk dengan buas. Sopirnya tidak peduli. Dia hanya
menjalankan tugas. Akhirnya kami tidak bisa diam saja. Kami semua terpaksa
melawan. Saya tidak bisa mencegah warga rame-rame keluar dari rumah. Mereka
berdiri didepan bulldozer itu (Putu
Wijaya, P-36).
Sedangkan data (19), (20), (21), (22),(23), (24) dan (25)
suasana kepanikan warga Gang Gugus Depan ketika Buldozer yang diperintah oleh petugas menghancurkan rumah-rumah
warga. Upaya pengahancuran paksa yang terlihat pada data tersebut adalah upaya menguasai tanah demi
pembangunan jalan yang diminta oleh konglomerat. Hal ini jelas merupakan
hegemoni sebagaimana pendapat Max (Kamil, 2002:125) negara pun
diperlakukan Marx sebagai institusi
sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai
produk kapitalistik, negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin
kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas
bawah.
E.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian pada subbab hasil dan pembahasan,
diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut.
Pertama, rakyat jelata memahami demokrasi secara sempit,
sesuai kebutuhannya: a) demokrasi merupakan alat memperjuangkan kepentingan
umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan, b) demokrasi adalah
intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat bagus, sehingga
demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan, c) jika demokrasi
tidak menguntungkan maka wajib ditinggalkan.
Kedua, pandangan demokrasi dikalangan pemimpin sebagai
berikut a) demokrasi menurut pemimpin adalah berkorban untuk kepentingan
bersama, b) dalam demokrasi suara terbanyak adalah pemenan, c) dari pandangan
ini, masyarakat seharusnya rela dan merelakan kepentingannya demi kepentingan
bersama
Ketiga, hegemoni pemerintah
kepada rakyat/masyarakat dilakukan dengan cara/bernuansa law enforcemant.
Perangkat kerja yang digunakan oleh
pranata negara (state) melalui lembaga
polisi. Hegemoni ini, menurut Karl
Max negara diperlakukan sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem
ekonomi kapitalistik.
Keempat, hegemoni konglomerat kepada rakyat miskin, konglomerat
melakukan hegemoni kepada masyarakat kecil dengan menggunakan alat uang
(ekonomi) sebagi instrumennya.
Kelima, hegemoni dengan cara kekerasan dilakukan oleh
konglomerat demi memertahankan ekonominya dengan jalan kekerasan psikologis dan
kekerasan fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2009. “Biografi Karl Max”.
Artikel online (http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-karl-max.html)
diunduh Mei 2017.
----------.
2011. Teori Hegemoni Artikel online (http://gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/2011/09/teori-hegemoni.html)
diunduh Mei 2017.
----------. Antonio Gramsci artikel online (http://id.wikipedia.org/wiki/Antonio_Gramsci)
diunduh Mei 2017
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarya:
CAPS
Eko. Artikel online (http://www.whanidproject.com/sekilas-mengenai-monolog-monoplay-one-person-show-dan-sandiwara-tunggal/) diunduh Mei 2017.
Husnan, Ema, dkk.
1988. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa
Jailani. 2015 “Sistem
Demokrasi Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum Ketatanegaraan”. Jurnal Inovatif, Volume
VIII Nomor I Januari 2015 dimuat dalam (-journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article) diunduh 1 Mei 2017
Lawalata, Maryo. 2011. Demokrasi Dan Keadilan (Saling Memerlukan): Untuk Siapa? Makalah online (https://tounusa.wordpress.com/2011/09/02/demokrasi-dan-keadilan-saling-memerlukan-untuk-siapa-oleh-maryo-lawalata/) diunduh 1 Mei 2017.
Faruk. 2003. Pengantar
Sosiologi Sastra, dari Strukturalime Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kamil, Sukron. 2002. “Pemikiran Karl Max, Agama sebagai
Alienasi Masyarakat Industri suatu Apresiasi dan Kritik”. Jakarta: Jurnal
Univ.Paramadina Vol 1 Januari 2002.
Restianti, H. 2009. Peningkatan Mutu Pendidik dalam
Mengajarkan Drama. Bandung CV. Citra Praya
Sarwidi dan Titi Wahyukti. 2013. “Tinjauan Kekerasan
Dan Psikologis Pada Novel Tembang Ilalang” .Purwokerto: makalah online (jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/khazanah/article/view/651/643)
Saptono. 2010. “Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan
Kontemporer”. Artkel online (http://www.isi-dps.ac.id/berita/teori-hegemoni-sebuah-teori-kebudayaan-kontemporer) diunduh tanggal 13 November 2011.
Suratman, Maman. 2014. “Konsep Kepemimpinan Ideal di Negara Demokras”i (makalah online:https://mamansuratmanahmad.wordpress.com/2014/09/13/konsep-kepemimpinan-ideal-di-negara-demokrasi/)
diunduh 1 Mei 2017
Sobono, Nur Imam.2003. ‘Civil
Society”, Patriarki, dan Hegemoni. Civic Vol 1 Agustus 2003.
Wijaya, Putu. Demokrasi (
Naskah Drama Monolog). Naskah online (Duniasastra.net) diunduh 1 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar